MANTANÂ Anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Dede Budhyarto rupanya sudah tidak bisa lagi menyembunyikan rasa kecewanya atas manuver-manuver yang dilakukan Partai Nasional Demokrat (Nasdem) dan Surya Paloh sebagai Ketua Umumnya, dalam beberapa waktu terkahir.
Menurut Dede, Nasdem harus konsisten jika ingin terus mendukung pasangan Jokowi- Ma'ruf. Jangan asal main manuver tidak jelas.
Dilansir dari BeritaSatu.com, Dede menilai, lebih bagus Nasdem memilih cara elegan jika merasa tidak nyaman berada di kabinet Jokowi. Yaitu, dengan cara tegas memilih jalan opisisi bersama PKS dan PAN dan tarik seluruh menterinya di kabinet jokowi.
 "Tegas-tegasan saja. Kalau mau mewujudkan restorasi perubahan, ya sudah menjadi oposisi sekalian. Keluar saja dari koalisi, tarik semua menteri. Itu lebih elegan," tandas pegiat media sosial ini.
Pernyataan keras dan tegas yang disampaikan Dede ini boleh jadi seirama dengan elite partai politik pendukung Jokowi-Ma'ruf lainnya. Hanya saja, mereka lebih bisa menahan diri demi menjaga kondusifitas dan meminimalisir keretakan dalam koalisi.
Beda halnya dengan Dede Budyarto yang merupakan pegiat media sosial. Tentunya lebih bebas mengeluarkan ekspresinya tanpa khawatir ada tendensi apapun terhadap kondusifitas koalisi parpol pendukung pemerintah.
Menurut hemat penulis, jika dilihat dari etika berpolitik, pernyataan Dede memang tidak bisa disalahkan. Nasdem dan Surya Paloh sejatinya fokus pada rencana kerja dan program yang dibangun partai koalisi pemerintah. Menyamakan presepsi, visi dan misi, agar program pemerintah bisa berjalan sesuai rencana.
Bukan malah sebaliknya, bermanuver dengan cara menemui elite partai koalisi. Sejauh ini memang baru Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang sudah berhasil ditemui. Namun, rencananya akan menemui juga partai oposisi lainnya, PAN dan Demokrat.
Kendati demikian, menurut hemat penulis, yang menjadi kegeraman Dede bukanlah rencana pertemuan Nasdem dengan PAN maupun Demokrtat. Tapi, pertemuannya dengan PKS yang bisa dibilang telah memantik kegaduhan politik di internal partai koalisi pemerintah.
Pasalnya, pertemuan Ketum Nasdem dan Presiden PKS itu mengundang spekulasi. Dari mulai membentuk poros baru, persiapan pemilu 2024, hingga politik dua kaki. Tak pelak, akhirnya berujung pada satire-satire atau sindiran halus yang keluar dari kedua belah pihak.
Pertama, sindiran itu datang dari PDI Perjuangan. Melalui Sekretaris Jendral (Sekjen) partainya, Hasto Kristianto, mengatakan, bahwa pihaknya (PDI Perjuangan) sama juga akan melakukan manuver. Namun, manuver yang dimaksud adalah turun ke bawah dan berbaur dengan masyarakat. Tidak ada reaksi berlebihan dari Nasdem terkait pernyataan Hasto.