Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Salah Langkah, Jokowi dan Pion-pion Caturnya

1 November 2019   14:59 Diperbarui: 1 November 2019   15:10 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Kumparan.com

PADA hari Minggu, tanggal 20 Oktober tahun 2019 lalu, adalah hari bersejarah bagi Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Sebab, hari itu adalah pelaksanaan pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan keduanya untuk sah memimpin negeri ini. Ini artinya, Jokowi dan Ma'ruf secara konstitusi telah berhak mengendalikan roda pemerintahan untuk lima tahun ke depan (2019-2024).

Tak menunggu waktu lama, tepatnya selang tiga hari kemudian, Rabu (23/10/19) Jokowi mengumumkan dan melantik para pembantunya dalam menjalankan roda pemerintahan (Menteri dan jabatan setingkat menteri) yang diberi nama Kabinet Indonesia Maju. Lalu, dua hari kemudian, Jum'at (25/10/19),  mantan Gubernur DKI Jakarta ini kembali memanggil 12 nama dan tak lama kemudian melantiknya sebagai wakil menteri.

Jika dianalogikan permainan catur, negeri ini adalah bidaknya. Sementara para pembantu Presiden yang tergabung dalam Kabinet Indonesia Maju adalah pionnya. Maka, Presiden Jokowi sebagai pemain caturnya dituntut bisa men-skak mat lawannya.

Dalam hal ini, Jokowi dituntut mampu menjadikan bangsa ini maju. Maju secara ekonomi, pertahanan, sosial, budaya, sukses dalam pemberantasan korupsi, sukses dalam pemberantasan Narkoba, sukses menekan angka radikalisme, sukses dalam menegakan kepastian hukum dan tentunya sukses mensejahterakan masyarakatnya. Jika semua ini bisa terwujud, bisa disebut bahwa Jokowi telah mampu memenangkan permainan catur. Semua itu bisa terjadi jika Presiden Jokowi sungguh-sungguh dalam bermainnya. Lalu, mampu dan pintar memainkan langkah pion-pionnya.

Namun, belum juga Presiden bermain, sejumlah kritikan meluncur deras dari berbagai arah. Baik dari masyarakat biasa, lawan politik, hingga para pengamat politik. Diantara derasnya banjir kritik, yaitu terkait penempatan beberapa pos menteri yang dianggapnya tidak tepat dan tidak sesuai dengan kemampuan maupun basis akademisnya.

Beberapa pos menteri yang dipertanyakan cenderung berbau kritik itu adalah pos menteri Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), yang ditempati oleh Nadiem Makarim. Mantan Bos Gojek ini dianggap kurang tepat, mengingat disiplin ilmunya jauh dari dunia pendidikan dan umurnya yang masih muda dianggap tidak akan menanggung beban tinggi di kementrian pendidikan yang begitu kompleks.

Selain itu, pos Menteri Agama (Menag), yang diisi oleh Fachrul Razi juga tak luput dari sorotan. Tak sedikit yang beranggapan, rekam jejaknya yang lama di dunia kemiliteran tidak sesuai dengan jabatannya sekarang. Apalagi, pos menteri ini kebiasaannya diduduki oleh orang-orang partai politik berlatar belakang agama. Sebut saja PPP, dan ormas keagamaan, Nahdatul Ulama (NU).

Sedangkan untuk pos Menteri Koordinator Politik Hukum Dan Keamanan (Menkopolhukam), yang diduduki Mahfud MD juga dirasa tidak pas oleh sebagian kalangan. Karena biasanya pos menteri ini ditempati oleh mantan-mantan jendral. Mahfud dianggap pantas menduduki pos Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia (Menkumham). Mengingat track recordnya yang telah lama berkecimpung dalam dunia hukum.

Dengan beberapa contoh kasus di atas, tak sedikit yang menyebut, bahwa Presiden Jokowi telah salah langkah dalam pemilihan menterinya di Kabinet Indonesia Maju.
Bahkan, seperti di sadur dari CNN Indonesia, pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, langkah Jokowi menempatkan Yasona Laoly sebagai Menkumham adalah tidak tepat.

Menurut Abdul, langkah Jokowi menunjuk Yasona sebagai Menkumham semakin memperkecil kemungkinan penerbitan Perppu KPK.

"Kalau dilihat riwayatnya dialah (Yasonna) sebenarnya yang paling menjebak presiden, yang menjebak presiden itu Menkumham, sampai presiden menandatangani Revisi UU KPK," kata Abdul di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (30/10).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun