Lantas apa yang membuat Presisen Jokowi berani mendobrak stigma dan mengamanatkan jabatan Menteri Agama pada Fachrul Razi?...
Kalau mencermati bahasa Jokowi saat memperkenalkan nama Fachrul sebagai Menteri Agama, selain bertugas mengurusi agama, juga menyinggung masalah radikalisasi. Mungkin ini menjadi salah satu faktor yang mendasari Jokowi mempercayalan pos Menteri Agama pada Fachrul. Bagaimanapun, pengalaman pria asal Aceh ini di kemiliteran bisa berguna dalam mengurai dan menekan angka radikalisasi di tanah air, yang memang mayoritas pelakunya adalah berbasis agama.
Sedangkan faktor kedua, menurut penulis adalah merebaknya citra kurang baik di tubuh kementrian ini. Sebagaimana kita tahu, dalam beberapa waktu terakhir, kementrian ini tersandung kasus korupsi yang ditangani KPK. Sebut saja, kasus korupsi penyelenggaraan haji yang menjerat Suryadama Ali. Â Mantan Ketua Umum PPP ini dianggap terbukti menyalahgunakan wewenangnya selaku Menteri Agama selama pelaksanaan ibadah haji tahun 2010-2013. Terus masih segar dalam ingatan, lagi-lagi menjerat Ketua Umum PPP, Romi Rohanurmuzy. Dia diduga menerima suap dari oknum kemenag Jawa Timur dalam rangka seleksi jabatan Kemenag.
Ironi memang, keberadaan Kementrian Agama ini. Kementerian yang sejatinya mengurusi agama, dan bersinggungan dengan nilai-nilai moral. Justru terjebak pada prilaku korup dan perbuatan amoral.
Kedua faktor inilah yang mungkin mendasari pemikiran Presiden Jokowi untuk menempatkan orang yang tegas dan profesional di tubuh kementrian tersebut. Hal ini, agar dalam menjalankan tugasnya tidak terikat dengan kepentingan politik.
Sehingga, menimang faktor-faktor tadi, akhirnya pilihan jatuh pada nama Fachrul Razi. Dengan harapan, dia bisa bekerja cepat, lugas, keras dan terukur. Hingga, kasus-kasus korupsi yang sering menjerat kementerian ini bisa diminimalisir bahkan dihapuskan sama sekali.
![Sumber : Dream](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/10/23/images-14-5dafd88a097f364a323e6a62.jpeg?t=o&v=555)