KARENA kepintarannya, Hasan lulus SLTA dengan nilai terbaik. Tak hanya itu, dia pun mendapatkan beasiswa di perguruan tinggi negeri pada fakultas sosial politik (Sospol). Awalnya dia ragu untuk mengambil beasiswa itu. Bagaimanapun, dia harus meninggalkan kampung halamannya, dan sudah pasti meninggalakan kedua orang tua dan adik perempuannya, Husna.
Beruntung, sebelum pulang ke rumah, dia mampir dulu ke rumah pamannya.Â
Maksudnya, akan meminta pertimbangan, soal kelanjutan hidup dan kesempatan yang ia dapat. Sang Paman yang merupakan juragan angkot, bahagia mendapat kabar keponakannya mendapat beasiswa. Ia mendukung Hasan untuk melanjutkan kuliah.
"Jangan sia-siakan kesempatan..! Perkara orang tua dan adikmu, biar paman yang tanggung jawab. Kamu, fokus saja belajar dan buat paman dan ibu bapakmu bangga," Ujar paman Hasan, rona wajahnya tampak sumringah.
"Sebelumnya, Hasan haturkan terimakasih atas kebaikan paman. Doakan, Hasan bisa meraih cita-cita dan membanggakan paman serta kedua orang tua."
"Orang tua mana yang tidak ingin anak-anaknya sukses? Pasti, paman akan berdoa selalu untukmu. Sekarang, kau temui kedua orang tuamu dan minta restu..!"
"Baik, paman."
Hasan bergegas pulang ke rumah orang tuanya. Hatinya lega dan sumringah. Karena, dia bisa fokus belajar tanpa harus memikirkan keadaan ekonomi orang tuanya. Sementara, untuk biaya dirinya selama kuliah, dia berencana akan mengamen atau berdagang asongan selepas kuliah.
Sesampainya di rumah, Hasan langsung menubruk kedua orang tuanya, yang memang sedang menungu kedatangan anak sulungnya itu.
"Bagaimana, apakah kamu lulus nak? Tanya Ayah Hasan, sambil mengelus kepala anaknya, yang sedang bersujud di kakinya.
"Alhamdulillah, Hasan lulus, yah."
"Sukurlah. Meski berat, akhirnya kamu bisa juga menamatkan SLTA," Ibu Hasan menimpali.