Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Bukan Negeri Tanpa Telinga

27 Agustus 2019   07:16 Diperbarui: 27 Agustus 2019   12:10 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ingin ku berdamai dengan hati, agar amarah ini tak menjadi bola salju
Menggelinding, membesar, lalu menggunung hancurkan segala aral dan rintang
Menyeret segala material dan partikel dalam lingkaran api angkara, binasa tiada guna
Dapatkah hati mengerti akan polah mereka yang ada di gedung megah dengan fasilitas mewah.

Ingin ku berdamai dengan hati, agar resah ini tak menghamba pada pendulum waktu
Berputar, berdetak menelusuri lorong-lorong kegelapan yang membutakan hati
Tak mampu lagi bedakan benar dan salah, binasa tiada guna
Dapatkah hati mengerti akan tingkah mereka yang ada di jawatan-jawatan birokrasi

Kata orang, negeri ini negara hukum, sang kuasa bersalah, aparat terbirit-birit lari kemana
Kata orang, negeri ini negara hukum, si cacah alpa, diterkam, diterjang lalu digelandang ke meja sidang.
Kata orang, negeri ini negara demokrasi, sang kuasa bicara semena-mena, si cacah diam seribu basa
Kata orang, negeri ini negara demokrasi, si cacah bicara, mereka tutup telinga berlindung di balik tahta

Amarah ini tak bertuan, tapi siapa yang mau merdengar
Resah ini tak berujung, tapi siapa yang harus ku dukung
Di gedung megah ada yang sedang asik dengan segala rapat, tutup pintu rapat-rapat terus diskusi tata cara pat kulipat
Di jawatan-jawatan birokrasi, banyak tikus menari di tumpukan duit hasil korupsi

Negeri ini bukan negeri tanpa telinga, atau negeri yang pernah mati lalu hidup lagi
Negeri ini negeri pendengar yang ingin rakyatnya bahagia, sejahtera dan sentosa
Tapi, penghuni gedung megah hanya bisa bergaya gagah, aplikasinya payah
Namun, penghuni jawatan birokrasi hanya bisa bergaya hebat, polahnya tak bermartabat
Dan...
Jadilah rakyat terus melarat....!

Sumedang,27 Agustus 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun