Ingin ku berdamai dengan hati, agar amarah ini tak menjadi bola salju
Menggelinding, membesar, lalu menggunung hancurkan segala aral dan rintang
Menyeret segala material dan partikel dalam lingkaran api angkara, binasa tiada guna
Dapatkah hati mengerti akan polah mereka yang ada di gedung megah dengan fasilitas mewah.
Ingin ku berdamai dengan hati, agar resah ini tak menghamba pada pendulum waktu
Berputar, berdetak menelusuri lorong-lorong kegelapan yang membutakan hati
Tak mampu lagi bedakan benar dan salah, binasa tiada guna
Dapatkah hati mengerti akan tingkah mereka yang ada di jawatan-jawatan birokrasi
Kata orang, negeri ini negara hukum, sang kuasa bersalah, aparat terbirit-birit lari kemana
Kata orang, negeri ini negara hukum, si cacah alpa, diterkam, diterjang lalu digelandang ke meja sidang.
Kata orang, negeri ini negara demokrasi, sang kuasa bicara semena-mena, si cacah diam seribu basa
Kata orang, negeri ini negara demokrasi, si cacah bicara, mereka tutup telinga berlindung di balik tahta
Amarah ini tak bertuan, tapi siapa yang mau merdengar
Resah ini tak berujung, tapi siapa yang harus ku dukung
Di gedung megah ada yang sedang asik dengan segala rapat, tutup pintu rapat-rapat terus diskusi tata cara pat kulipat
Di jawatan-jawatan birokrasi, banyak tikus menari di tumpukan duit hasil korupsi
Negeri ini bukan negeri tanpa telinga, atau negeri yang pernah mati lalu hidup lagi
Negeri ini negeri pendengar yang ingin rakyatnya bahagia, sejahtera dan sentosa
Tapi, penghuni gedung megah hanya bisa bergaya gagah, aplikasinya payah
Namun, penghuni jawatan birokrasi hanya bisa bergaya hebat, polahnya tak bermartabat
Dan...
Jadilah rakyat terus melarat....!
Sumedang,27 Agustus 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H