Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Contohlah Semar Badranaya

18 Agustus 2019   18:33 Diperbarui: 18 Agustus 2019   21:05 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

BUKAN maksud menghardik, patut diakui para pemimpin negeri, elite politik dan 'raja-raja kecil' di daerah, saat ini masih belum benar-benar bisa dirasakan keberfihakannya oleh rakyat. Mereka terus berkutat dengan ego masing-masing, bahkan tak jarang berujung pada pertikaian verbal. 

Parahnya segala gaduh, perselishan, perang mulut, sampai perang di media sosial itu alasannya seragam, demi kepentingan atau atas nama rakyat. Sayangnya, para penegak hukum pun setali tiga uang. mereka masih memegang teguh adagium yang mengatakan, tumpul ke atas, tajam ke bawah. 

Dengan kata lain, dalam menyelesaikan kasus-kasus yang sekira membahayakan elite, mereka sigap dan secepat kilat bisa dituntaskan. Sebaliknya, waktu bersinggungan dengan kepentingan masyarakat, taring mereka langsung rontok. Ironi.....

Kembali bukan maksud menggurui, dalam situasi seperti ini, ada baiknya para pemimpin negeri, elite politik maupun 'raja-raja kecil' di daerah meniru atau memiliki prilaku salah satu tokoh pewayangan, Semar Badranaya. 

Meski bukan seorang raja atau pemimpin tinggi di kerajaan, sosok ini dalam setiap prilaku dan kata-katanya selalu menjadi panutan raja-raja, terutama golongan Pandawa.

Sesuai dengan namanya, Semar Badranaya, dalam bahasa jawa bisa diartikan membangun sarana dari dasar dan melaksanakan perintah Tuhan demi kepentingan dan kesejahteraan umat manusia. Menurut pilosofi dan mitologi jawa, sosok ini sarat dengan kebaikan. 

Tangan kanannya yang selalu menunjuk ke atas dan kirinya ke belakang bisa diartikan, sebagai pribadi tokoh ini bisa dimaknai simbol sang maha tunggal. Sedang tangan kirinya yang ke belakang bermakna berserah secara paripurna, sekaligus simbol keilmuan yang netral namun simpatik. 

Menjadi penguasa sejatinya tidak memandang dari mana datangnya suatu pendapat. Melainkan bagaimana mempertimbangkan dan melaksanakannya agar masyarakat mampu lebih baik di masa yang akan datang.

Rambutnya yang kuncung mempunyai makna, " Akuning sang Kuncung" sebagai kepribadian seorang pelayan. Berarti, melayani umat tanpa pamrih. 

Menjadi pemimpin berarti harus siap melayani masyarakat dengan melaksanakannya secara benar demi kepentingan universal, bukan pribadi atau golongan.

Cara berjalan Semar selalu menghadap ke atas. Ini bermakna, memberikan teladan agar selalu memandang kepada sang khaliq, maha pengasih dan penyayang.

Corak kain parangkusumo yang dikenakan Semar adalah perwujudan Dewonggowantah (penuntun manusia) agar menciptakan keadilan dan kebenaran di muka bumi. Seorang pemimpin harus bisa dijadikan teladan, harus bisa memberikan proteksi pada masyarakat.

Tertawa Semar selalu diakhiri dengan nada tangisan. Ini merupakan contoh, kalau penguasa harus bisa merasakan penderitaan rakyatnya.

Wajah Semar selalu menangis namun mulutnya tertawa. Seorang penguasa harus bisa memberikan rasa tenang pada rakyatnya yang sedang dalam kesusahan. Dengan cara memberikan solusi atau langkah yang baik dan tepat bagi rakyat yang terkena musibah.

Adanya tokoh Semar memberi bukti, kebudayaan kita sebenarnya telah melahirkan religi dalam kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, jauh sebelum masuknya agama Hindu, Budha Dan Islam di tanah jawa. 

Meski sebenarnya tokoh ini bersifat mitologi atau simbol ke-Esaan bukan merupakan fakta sejarah. Semar adalah pengejawantahan expresi, persepsi dan pengertian tentang illahi.

Akhir kata, penulis berharap, suatu saat nanti seluruh pemimpin negeri benar-benar mengabdi untuk rakyat, tidak dikuasai hawa nafsu dan keduniawian. 

Agar dalam menjalankan roda pemerintahannya berjalan sempurna tanpa ada noda oleh dosa. Katakan yang salah adalah salah, dan yang benar adalah benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun