BUKAN maksud menghardik, patut diakui para pemimpin negeri, elite politik dan 'raja-raja kecil' di daerah, saat ini masih belum benar-benar bisa dirasakan keberfihakannya oleh rakyat. Mereka terus berkutat dengan ego masing-masing, bahkan tak jarang berujung pada pertikaian verbal.Â
Parahnya segala gaduh, perselishan, perang mulut, sampai perang di media sosial itu alasannya seragam, demi kepentingan atau atas nama rakyat. Sayangnya, para penegak hukum pun setali tiga uang. mereka masih memegang teguh adagium yang mengatakan, tumpul ke atas, tajam ke bawah.Â
Dengan kata lain, dalam menyelesaikan kasus-kasus yang sekira membahayakan elite, mereka sigap dan secepat kilat bisa dituntaskan. Sebaliknya, waktu bersinggungan dengan kepentingan masyarakat, taring mereka langsung rontok. Ironi.....
Kembali bukan maksud menggurui, dalam situasi seperti ini, ada baiknya para pemimpin negeri, elite politik maupun 'raja-raja kecil' di daerah meniru atau memiliki prilaku salah satu tokoh pewayangan, Semar Badranaya.Â
Meski bukan seorang raja atau pemimpin tinggi di kerajaan, sosok ini dalam setiap prilaku dan kata-katanya selalu menjadi panutan raja-raja, terutama golongan Pandawa.
Sesuai dengan namanya, Semar Badranaya, dalam bahasa jawa bisa diartikan membangun sarana dari dasar dan melaksanakan perintah Tuhan demi kepentingan dan kesejahteraan umat manusia. Menurut pilosofi dan mitologi jawa, sosok ini sarat dengan kebaikan.Â
Tangan kanannya yang selalu menunjuk ke atas dan kirinya ke belakang bisa diartikan, sebagai pribadi tokoh ini bisa dimaknai simbol sang maha tunggal. Sedang tangan kirinya yang ke belakang bermakna berserah secara paripurna, sekaligus simbol keilmuan yang netral namun simpatik.Â
Menjadi penguasa sejatinya tidak memandang dari mana datangnya suatu pendapat. Melainkan bagaimana mempertimbangkan dan melaksanakannya agar masyarakat mampu lebih baik di masa yang akan datang.
Rambutnya yang kuncung mempunyai makna, " Akuning sang Kuncung" sebagai kepribadian seorang pelayan. Berarti, melayani umat tanpa pamrih.Â
Menjadi pemimpin berarti harus siap melayani masyarakat dengan melaksanakannya secara benar demi kepentingan universal, bukan pribadi atau golongan.
Cara berjalan Semar selalu menghadap ke atas. Ini bermakna, memberikan teladan agar selalu memandang kepada sang khaliq, maha pengasih dan penyayang.