Lusuh, kumal dan renta, sosok pria tua tampak gelisah, tepat berdiri di sisi gerbang masuk pelataran gedung parlemen. Kedua matanya tak lepas memandangi setiap kendaraan yang masuk. Namun, beberapa kali wajah kecewanya mewarnai raut muka yang sudah dipenuhi keriput.
"Ah ternyata bukan dia" ucapnya pelan.
Sebagai seorang jurnalis, akupun tergerak untuk menghampirinya. Rasa heran menghantuiku, melihat sosok tua renta begitu gigih menunggu di depan gerbang gedung rakyat, seolah ingin menyampaikan sesuatu terhadap salah seorang penghuninya.
"Maaf kek, sedang apa di sini?" Tanyaku.
Dengan tampak kaget, si tua renta pun langsung menjawab tanyaku.
"Ini nak, kakek sedang menunggu bapak dewan. Ingin bicara padanya," jawab si kakek.
Sontak, jawaban ini membuatku semakin tertarik mengorek lebih jauh tentang kepentingannya bertemu dengan salah seorang anggota dewan terhormat itu. Walau terlintas dalam benak, lelaki tua penuh uban ini sebatas minta bantuan keuangan semata.
"Memangnya mau apa kakek menemuinya?" Aku semakin penasaran.
"Kakek ingin menagih janji beliau" sahut si kakek, sambil mengeluarkan sebungkus roko di dalam saku bajunya.
Rasa penasaranku makin kuat mendengar jawabannya. Namun, belum sempat mengajukan pertanyaan susulan, tiba- tiba si kakek berteriak.
"Hey nak itu dia yang kakek tunggu-tunggu" ujar si kakek sambil menunjuk mobil cukup mewah, hendak masuk ke pelataran gedung dewan.