Mohon tunggu...
Elang Langit
Elang Langit Mohon Tunggu... -

nakal...

Selanjutnya

Tutup

Drama

Bapakku Pahlawan, Bukan Penghianat

1 Oktober 2012   13:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:24 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oktober 1965

Derap langkah masih terdengar dikejauhan, perempuan itu terus berlari menjauhi suara derap itu.
"Ibu...aku takut" ucap sang anak ketakutan.
"Jangan takut nak" lalu perempuan itu berhenti dan mencari persembunyian.
"Ibu...? ibu berdarah?"
Perempuan itu melihat darah yang mengucur ditubuhnya.
"Kamu sembunyi disini saja nak...apapun yang terjadi sama ibu, kamu jangan keluar...jangan sampai mereka mengetahui keberadaanmu"
"Iya bu" sahut si kecil penuh ketakutan.

Tak lama kemudian, perempuan itu keluar dari persembunyiannya. Perempuan itu menunggu pasrah. Sang anak melihat, bagaimana tiga lelaki berwajah beringas menghampiri ibunya...memukulinya lalu kemudian menembak ibunya. Wajah beringas yang tak akan dia dilupakan.
Dia ingin menjerit dan menangis, namun tak bisa.

Setelah ketiga lelaki itu pergi, sang anak menghampiri jasad ibunya. Dikeluarkanlah tangis dan jerit yang tadi ia tahan...kepada langit...kepada bumi.

****
"Copet...copet!! Tangkap copet itu!"
Anak kecil itu terus berlari menjauhi orang yang mengejarnya. Sampai kemudian langkahnya terhenti ketika seseorang memegang dirinya.
"Ini copetnya !" teriak orang itu.
Sontak tendangan dan pukulan mendarat ditubuh kecil itu, lalu berhenti saat orang orang meninggalkan tubuhnya yang terkapar.

Tubuh kecil itu terbangun dalam sebuah ruangan. Dilihatnya lelaki berwajah ramah duduk disamping ranjang.
"Istirahat dulu nak...kamu belum sembuh" sahut lelaki berwajah ramah itu.
"Tapi saya harus pergi pak" anak kecil itu bersikeras
"Untuk apa kamu pergi...mau jadi pencopet lagi? tinggalah disini bersama bapak"

Lalu tampak olehnya sosok perempuan membawakan makanan dan minuman.
"Iya...tinggalah bersama kami...oh ya..siapa namamu?" tanya perempuan berwajah keibuan.
"Elang...namaku Elang"

****
Rumah itu terlihat sepi. Tampak sosok anak kecil mengendap ngendap ke halaman rumah Soeprapto.

"Aryo!!" teriak lelaki ketika membuka pintu yang diketuk.
"Ayo masuk !" ajaknya pada anak kecil itu lalu segera menutup pintu.
"Mana ibumu?" tanya lelaki itu .
"Ibuku sudah mati pak" ucap anak kecil yang bernama Aryo.
"Ya Tuhan....kasihan kau nak...kau jadi korban kesemerawutan politik negeri ini"
"Kata mereka, bapakku penghianat...benar begitu pak?"
"Bapakmu bukan penghianat...bapakmu hanya korban dari ambisi orang yang mau berkuasa...suatu saat kau akan mengerti nak"

Pak Soeprapto terdiam, mengingat bagaimana situasi politik yang berkembang saat ini. Bagaimana korban berjatuhan untuk sebuah ambisi kekuasaan. Bagaimana Baskoro temannya, ayah dari Aryo dieksekusi.
"Lebih baik kamu sembunyi...pulanglah ke tempat kakekmu di Madiun, jangan bilang kamu anak dari Baskoro...gantilah namamu demi keselamatan jiwamu.

****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun