Dalam sejarah (Oktober 630 M/ 9 H) tercatat nabi menyuruh beberapa sahabatnya untuk merobohkan sebuah masjid yang letaknya tidak jauh dari masjid Quba di Madinah. Awalnya nabi setuju dengan keberadaan masjid tersebut namun setelah pulang dari perang tabuk yang rencananya akan ke masjid tersebut karena DKM nya meminta untuk bisa shalat di sana tapi niat  berubah karena ada wahyu yang turun agar tidak shalat di masjid itu, "La taqum fihi abada" , "jangan kamu shalat disana selamanya", karena masjid yang dibangun tersebut tidak untuk bertaqwa tetapi untuk markas berkumpulnya orang-orang munafik dan kafir yang bersekongkol menentang nabi dan Islam. Eksekusi penghancuran masjid tersebut berjalan lancar tanpa hambatan karena Islam saat itu berkuasa san punya kekuatan besar, bahkan rasulullah saw ketika ke Tabuk membawa 3000 pasukan, ini artinya tidak mungkin orang munafik dan kafir yang bersekongkol dan berlindung dibalik pendirian masjid tersebut akan sanggup mencegahnya.
Dihancurkannya Masjid tersebut karena masjid tersebut tidak didirikan untuk bertaqwa tetapi untuk empat tujuan jahat, pertama sebagai dhiraran,  tempat berunding dan atur strategi menghancurkan Islam, kedua untuk kufran, yaitu menyuburkan kekufuran, ketiga untuk tafriqan,  menimbulkan perpecahan umat, dan keempat sebagai Irshadan, tempai mengintai dan menyaksikan hancurnya umat Islam. Oleh karenanya nabi memerintahkan untuk menghancurkannya. Sebuah strategi jitu menghacurkan kejahatan dari sarangnya, sarang tempat bertemunya ide-ide jahat. Dalam sejarah Masjid tersebut dikenal dengan sebutan Masjid dhirar, yang artinya masjid yang berbahaya. Inisiatornya bernama Abu Amir, aktifis non muslim yang dibantu sebagaian orang munafik dan kafir yang sepakat untuk  menentang kenabian dan Islam dan  berkolabirasi dengan pemerintahan Heraklius Romawi saat itu.
Pelajaran pertama  yang bisa diambil adalah dalam membangun masjid harus tegak lurus dengan tujuan utamanya yaitu untuk bertaqwa, "lamas jidu ussisa 'alat taqwa" (9:108). Ini penting untuk siapapun yang baik pemerintah maupun swasta, atau individu tujuan masjid adalah untuk membangun ketaqwaan, adapun tujuan-tujuan lain tidak perlu ditonjolkan karena nanti hasilnya sesuai dengan tujuan yang dicanangkan. Maka wajar banyak masjid megah dan indah dan banyak pengunjung, jadilah masjid wisata, masjid niaga, masjid singgah, masjid kebanggaan dan lain-lain, namun tidak mampu mensuasanai tumbuhnya nilai-nilai ketaqwaan, yang lebih disayangkan jika  ada masjid yang malah menjadi sumber perpecahan umat.
Pelajaran kedua adalah jika masjid sudah terbangun dan jamaah sudah banyak yang shalat disana maka maksimalkan dalam program ketaqwaan, kembangkan fungsinya tidak hanya fungsi Ibadah tetapi fungsi pendidikan dan sosial, hal-halin pasti akan mengikutinya seiring dan sesuai kebutuhan. Eb
Wallahul musta'an.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H