Melakukan pesta pernikahan satu hal yang harus dipertimbangkan adalah adanya dokumentasi acara baik itu foto maupun video. Ketika pasangan dan keluarga ingin melakukan hajatan pernikahan, tentu saja dokumentasi menjadi sesuatu yang harus dipikirkan, baik secara kualitas maupun harga dengan pertimbangan menikah hanya sekali, harus yang terbaik.
Bagi kami penggiat industri Multimedia, dokumentasi pernikahan merupakan "kue legit" Â yang sayang jika dilewatkan, dengan market yang besar namun tidak sedikit para pesaing usaha sejenis. Jika melihat pangsa pasar yang sangat besar tentu saja para pebisnis dokumentasi foto dan video pernikahan berlomba lomba untuk mendapatkan perhatian bagi calon pengantin.
Perang harga menjadi hal lumrah, dengan berbagai tawaran yang beragam mulai dari harga, fasilitas, spesifikasi yang berujung pada kualitas. Dari pengamatan kami yang terjun juga di dunia dokumentasi pernikahan, harga dan kualitas adalah nomor utama, selebihnya tidak diperhatikan. Mereka (konsumen) hanya berpikir pada harga nya murah dan kualitasnya baik.
Ada harga ada rupa, istilah ini berlaku bagi dokumentasi pernikahan. Tim kreatif yang berpengalaman di dukung peralatan dengan spesifikasi tinggi tentu saja menjadi jaminan hasil yang baik, biasanya di dalam kota harga di kisaran 7-10 juta cukup standart tergantung fasilitas yang didapat. Namun pernahkah ketika jalan-jalan ke sebuah desa dimana mata kita tertuju pada promosi pernikahan yang hanya mematok harga 1-2 juta saja untuk dokumentasi pernikahan.
Ini nyata, namun secara hitung hitungan kasar kami, apakah mereka ini bisa untung ? tentu saja, pasti untung mereka masih bisa survive buktinya. Dokumentasi pernikahan di desa, sepengalaman kami sebenarnya sangat simpel, intinya asalkan semua terdokumentasi, itu sudah cukup, jangan berbicara tehnik cinematic, jangan berbicara spesifikasi tinggi.Â
Suatu saat tim kreatif kami kena komplain gara - gara nya membawa kamera yang cukup kecil dan simple, namun dengan spesifikasi tinggi dengan maksud agar kualitas yang dihasilkan bagus.
Tetapi yang terjadi adalah konotasi keluarga pengantin menganggap kami tidak serius melakukan dokumentasi ini, karena kameranya kecil tidak seperti kebanyakan umumnya di desa yang besar dan biasanya di panggul. Padahal secara kualitas dan harga dari alat ini 3 x lipat nya. Begitu juga hasil editing, keluarga pengantin tidak mau adanya hasil editing yang banyak potong sana sini, maunya adalah full video dari awal hingga akhir acara yang sebenarnya tanpa editing pun bisa sekali.
Dari sini logika masuk, kenapa harga pernikahan di desa jauh lebih murah dan ada keuntungan yang cukup untuk bisa survive di bisnis ini. Selain itu pernikahan di desa kita tidak perlu pusing memikirkan berapa kali tim produksi harus makan dan minum, bisa jadi tiap jam kita akan di tawari keluarga untuk kembali menuju meja hidangan.
Tidak hanya itu, keluarga di rumah pun tidak luput dari berkah pengantin, dengan dibawakannya kue sekardus bertumpuk untuk kita bawa pulang. Belum cukup, masa depan bisnis kita akan  terjamin baik, karena hasil dari video maupun foto pernikahan ini akan ada sesi nonton bareng dan promosi ke seluruh keluarga besarnya, yang nantinya keluarga lain pun akan menanyakan nomor bisnis kita. Jika saja dalam satu kecamatan ada pekerjaan dokumentasi 5 pernikahan dalam 1 bulan dengan keuntungan 3 juta rupiah, saya kira sudah cukup sejahtera berbisnis dan hidup di desa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H