Pernah mengikuti seminar motivasi wirausaha, sungguh ini adalah aktifitas yang sangat berharga dimana ibarat sebuah tubuh, kita perlu vitamin untuk mendapatkan kesehatan. Begitu juga bagi kita yang ingin atau yang sudah berwirausaha, vitamin dari motivasi ini sangat dianjurkan. Banyak pelaku ekonomi kita yang sangat prihatin dengan kondisi wirausaha di negara kita Indonesia yang sangat sedikit sekali, prosentase nya sangat jauh dibandingkan negara tetangga kita Malaysia atau Singapura. Konon kata Pemerintah bahwa jumlah pelaku usaha kita masih 3 persen dari jumlah penduduk. Tidak seperti negara maju yang sudah masuk angka 13 - 14 persen, jauh sangat tertinggal, sementara negara dituntut untuk memajukan kesejahteraan bangsa melalui wirausaha ini salah satunya. Apakah mampu negara ini mengejar ketertinggalan ? Jawaban Ngawur saya, "Sangat Mampu"
Kenapa harus ngawur, karena ini satu - satunya jawaban yang rasional, tergantung bagaimana pemerintah menyikapinya. Jika ada pertanyaan kenapa pemerintah, kan ini sudah masuk ranah masing - masing personal mau apa tidak terjun dunia wirausaha. Analogi nya adalah, hampir tidak ada orang Indonesia yang tidak berwirausaha, hanya mereka tidak nampak seperti pengusaha pada umumnya, yang berkantor, ber pakaian seragam, ber jajar karyawan. Jika seseorang menciptakan sesuatu, kemudian memasarkan dan mendapatkan hasil dari apa yang di tawarkan itu saja sudah di artikan wirausaha. Bahkan seorang karyawan yang ikut menawarkan dan menjual produk dari tempatnya bekerja itu juga bisa di kategorikan seorang pengusaha.Â
Singkatnya, pemerintah hanya perlu memberikan kemudahan saja bagi masyarakatnya untuk sadar, bahwa yang dilakukan adalah capaian yang harus di tingkatkan. Bisa melalui pemberian bantuan yang ringan, perijinan yang mudah, ekosistem ekonomi yang terintegrasi dan ini harus tindakan masal Nasional agar sama - sama bekerja. Saat ini bisa di ibaratkan ukuran sungai yang ada kecil, namun lancar. Pemerintah tinggal membuka ukuran sungai ini agar alirannya semakin lancar bahkan menuju deras untuk bisa dinikmati bersama. Coba perhatikan kanan kiri kita, hampir tidak ada yang tidak pernah menjual. Bahkan saya sempat heran, bagaimana bisa guru honorer dengan gaji 500 ribu perbulan bisa makan, punya rumah dan anak sekolah. Percaya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H