Bagi kita mungkin waktu kecil kehidupan pasar tradisional sudah menjadi bagian dari pengalaman hidup yang menyenangkan. Termasuk saya meskipun anak laki - laki, ajakan Ibunda untuk menemani ke pasar tradisional hampir tidak pernah saya tolak. Bagaimana tidak, melihat melimpahnya kue dan makanan tradisional yang di jajakan di pasar, sangat menggoda sekali. Rasa manis, legit, gurih, aroma rempah yang khas, dan tidak mudah dilupakan begitu saja meskipun tergerus era modern seperti saat ini. Mungkin di beberapa daerah jajanan tradisional masih mudah di temui, namun tidak sedikit jajanan tradisional yang hilang seolah di telan bumi.Â
Setiap melakukan pekerjaan diluar kota, saya adalah orang yang paling fokus mencari jajanan khas daerah tempat dimana saya singgah. Namun beberapa tahun terakhir ini saya sedikit berkhianat dengan hobi lama ini. Bagaimana tidak ketika singgah di Semarang ada Chelsea Olivia dengan Wife cake, Bogor dan Bandung ada Syahrini terpampang dengan princess cakenya, di Malang berjajar artis Teuku Wisnu dengan Malang Strudle, Farah quin dengan queen apple, yang paling baru Anang hermansyah dengan A6 cakenya. Belum lagi kota besar lain seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Solo dan kota lainnya. Metode browsing yang saya lakukan untuk mencari oleh - oleh di daerah tempat singgah dulu masih di penuhi pecinta kuliner khas daerah, sekarang kalah pamor dengan kepopuleran kue produk dari artis - artis ini. Kemasan yang menarik, warna yang menggoda, bentuk yang unik dari kue artis ini seakan membius untuk melupakan jajanan tradisional favorit saya kala itu.
Saya bukan ahli dibidang kuliner tapi dengan tidak bermaksud menjelekkan kue artis ini, menurut lidah dan mata saya kue artis ini hampir semua tidak mempunyai ke unikan dalam hal rasa, yang membedakan hanya bentuk, topping, kemasan dan foto artis sendiri. Sekali lagi ini soal selera, mungkin kita punya pendapat berbeda - beda yang pastinya merdeka untuk di utarakan. Tapi jangan di tanya lagi ketika kita membawakan kue artis ini ke saudara, teman atau siapapun untuk di jadikan buah tangan, cukup meningkatkan nilai kepantasan dari si-pemberi itu sendiri.Â
Anda pasti setuju di Indonesia ini ada lebih dari 5000 orang yang berprofesi sebagai artis, musisi, maupun publik figur baik Nasional, lokal, atau sekedar media sosial. Bisa kita bayangkan jika separuh nya saja mereka ikut menyemarakkan usaha kue berlabel artis ini, pasti cita - cita negara yang ingin mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran sedikit demi sedikit tercapai. Belum lagi para pelaku usaha sejenis lainnya yang banyak menjadi follower dengan menciptakan tandingan atau tiruan kue artis ini dengan merk dan kemasan yang hampir sama, alangkah indahnya aktifitas wirausaha Kuliner di Indonesia. Makmur, sejahtera roda ekonomi berjalan dengan lancar, peternak telor ayam usahanya meningkat, usaha percetakan naik omset, mereka yang lulus sekolah mudah mencari kerja, tentu saja pajak daerah ikut terdongkrak.
Tidak harus jadi artis untuk bisa memiliki usaha kue yang sukses. Menurut saya sebagai konsumen soal rasa akan "kembali" menjadi pilihan utama. Jajanan tradisional meskipun di serang sehebat apapun oleh kue modern, tidak akan mudah menghilangkan ke legendarisan rasa dan wujudnya. Ini hanya soal promosi mau sama artis atau tidak jika kue berlabel artis ini punya kekuatan lebih sampai ke hati pasti akan kembali. Seperti halnya kita tidak akan pernah lupa bagaimana orang tua dulu menggiring kita ke pasar tradisional untuk menikmati legitnya jajanan rasa khas Nusantara.
Elang Baskoro
Owner, Cakrawala Creative
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H