Mohon tunggu...
Elang Bakhrudin
Elang Bakhrudin Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer and Observer of Community Problems

Likes to share knowledge and experience for community enlightenment

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pandangan Eskatologis tentang Ekstrimitas Alam

29 Desember 2022   20:25 Diperbarui: 29 Desember 2022   20:44 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Tanpa bermaksud menakut-nakuti, namun rutinitas ekspresi alam di setiap desember menjadi sebuah kajian dan sekaligus kehati-hatian bagi siapapun yang ingin berlibur dan berasyik riya dalam perayaan pergantian tahun. 

Banyak ahli tentunya yang telah memberikan  pandangannya mengenai perubahan dan cuaca berikut  ekstrimitasnya, baik dalam dalam perpektif geologis maupun geografisnya. Yang jelas hasilnya adalah agar semua waspada dan berhati-hati. 

Catatan musibah dan bencana desember di masa lalu tentu memperkuat aktifitas rutin alam ini, khususnya di Indonesia kita mencatat adanya Tunsami Aceh, Jatuhnya satu pesawat yang membawa jemaat, dan gempa-gempa besekala 3-5 rchter, gunung meletus dan musibah lainya yang diakibatkan alam tidak bersahabat adalah nyaris tidak keluar di akhir-akhir tahun jelang pergantian tahun baru. 

Adakah informasi lainnya selain pendekatan diatas? Adakah Tuhan memang sedang mengingatkan hambanya agar tetap di jalan yang benar, atau ada kesalahan apa yang dilakukan manusia sehingga ekspresi alam seolah tidak familiar dan berduka?.

Mari kita lihat sebuah ayat Tuhan dalam kitab sucinya yang berbunyi, "Akibat ucapan kamu yang mungkar itu hampir saja terjadi bencana hebat di alam ini; langit yang demikian kukuh pecah, dan bumi tempat kamu berpijak terbelah, dan gunung-gunung yang tegak berdiri runtuh dan hancur berkeping-keping" (QS.19:90). Silahkan mengkaji sendiri konstelasi ayat baik yang sebelum maupun sesudahnya sebagai pandangan eskatologisnya, tulisan ini hanya meringkas saja.

Jadi ayat tersebut menggambarkan sebuah ekspresi alam yang tidak suka dan seperti menahan amarah, yang digambarkan dengan  langit yang ingin runtuh, bumi ingin terbelah dan gunung-gunung ingin meletus, seolah ada rasa muak dengan sesuatu. 

Sesuatu itu rupanya ada ucapan-ucapan manusia yang dianggap mungkar, dan terus diulang-ulang bahkan bisa saja di demonstrasikan dimana-mana yaitu ucapan yang tidak benar tentang Tuhan. Tuduhan manusia tentang Tuhan yang keliru direspon oleh Alam sebagai ciptaannya dan makhluknya yang secara alamiah tunduk dan bertasbih  padanya (QS.24:41), dan sepatutnya memang mereka patuh (84:2,5). 

Sedangkan makhluk yang benama manusia dengan modal akal dan hati serta agama yang haq yang dimiliki tentu bertugas untuk saling mengingatkan sesama hamba Tuhan agar perbaiki segala kesalahan dan murnikan dalam ketaatan dan penyembahan. Serta tetap saling bantu membantu jika ada yang terkena musibah, semua kebaikan akan berbalas kebaikan.Wallahulmusta'an.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun