Mohon tunggu...
Elang Ksatria Megananda
Elang Ksatria Megananda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

saya Mahasiswa hubungan internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang tartarik dalam mempelajari ilmu tentang kerjasama atau segala bentuk interaksi antar negara

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemikiran Politik Islam dalam Kebijakan Luar Negeri Negara-Negara Muslim di Abad ke-21

6 Juli 2024   21:47 Diperbarui: 6 Juli 2024   21:49 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pemikiran politik Islam telah menjadi kekuatan penting yang membentuk pandangan dan kebijakan luar negeri negara-negara Muslim di abad ke-21. Konsep-konsep seperti solidaritas umat Islam, keadilan sosial berdasarkan syariah, dan peran negara Islam dalam dunia global telah memberikan landasan ideologis yang kuat bagi berbagai negara untuk mengartikulasikan posisi mereka dalam hubungan internasional. Perbedaan interpretasi dan penerapan pemikiran politik Islam di antara negara-negara ini menghasilkan pendekatan yang bervariasi, tetapi pengaruhnya terhadap dinamika global tidak dapat diabaikan.

Salah satu contoh yang mencolok adalah Iran, yang menggunakan Islamisme sebagai pijakan utama dalam menentang pengaruh Barat di Timur Tengah. Sejak Revolusi Islam 1979, Iran telah mengadopsi retorika anti-Barat dan menegaskan dirinya sebagai pahlawan bagi umat Muslim yang menentang hegemoni Barat. Kebijakan luar negeri Iran yang dipengaruhi oleh pemikiran politik Islam tidak hanya terfokus pada urusan regional, tetapi juga mencakup dukungan terhadap kelompok-kelompok oposisi di berbagai negara di kawasan tersebut.

Di sisi lain, Turki mengambil pendekatan yang berbeda dengan neo-Ottomanisme sebagai bagian dari pemikiran politik Islamnya. Dalam upaya untuk memperkuat kembali pengaruhnya di kawasan yang pernah dikuasainya, Turki menggabungkan elemen sejarah Kekaisaran Ottoman dengan visi modernisasi dan ekspansi ke pasar global. Erdogan, sebagai pemimpin yang menganut ideologi neo-Ottomanisme, telah menekankan pentingnya membangun kembali hubungan politik, ekonomi, dan budaya dengan bekas wilayah kekaisaran Ottoman.

Arab Saudi, sebaliknya, telah menggunakan wahabisme sebagai fondasi utama dalam mempromosikan interpretasi Islam yang konservatif di luar negeri. Sebagai negara yang memiliki tempat khusus dalam Islam Sunni, Arab Saudi telah menggunakan kekayaan finansialnya untuk mendukung pendidikan Islam yang konservatif di seluruh dunia, yang pada gilirannya mempengaruhi pandangan dan sikap banyak komunitas Muslim terhadap isu-isu global.

Indonesia, di tengah dinamika ini, menganut pendekatan yang lebih moderat dalam pemikiran politik Islamnya. Negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia ini telah mempromosikan perdamaian, toleransi antaragama, dan dialog antar budaya sebagai pilar-pilar kebijakan luar negerinya. Meskipun Indonesia memiliki berbagai aliran Islam yang berbeda, pemerintah secara konsisten menekankan pentingnya menjaga stabilitas internal dan kontribusi positif dalam hubungan internasional.

Pentingnya pemikiran politik Islam dalam konteks politik luar negeri juga tercermin dalam respons negara-negara Muslim terhadap isu-isu global seperti perubahan iklim, perdagangan internasional, dan konflik regional. Misalnya, negara-negara ini sering kali berkolaborasi dalam forum internasional untuk memperjuangkan kepentingan bersama, seperti perlindungan lingkungan hidup atau reformasi perdagangan global yang lebih adil.

Namun demikian, terdapat tantangan dan kompleksitas dalam mengintegrasikan pemikiran politik Islam ke dalam kebijakan luar negeri. Perbedaan interpretasi dan penafsiran syariah oleh masing-masing negara dapat menghasilkan konflik atau ketegangan dengan negara-negara non-Muslim atau bahkan dengan negara Muslim lainnya yang memiliki pandangan politik yang berbeda. Misalnya, ketegangan antara Iran dan Arab Saudi yang mencapai puncaknya dalam bentrokan regional di Suriah dan Yaman adalah contoh dari bagaimana perbedaan interpretasi pemikiran politik Islam dapat mempengaruhi kestabilan regional dan global.

Selain itu, penggunaan pemikiran politik Islam sebagai alat untuk mengamankan kepentingan politik dan ekonomi domestik juga dapat menimbulkan kritik internasional terhadap praktik-praktik yang dianggap tidak mendukung hak asasi manusia atau prinsip-prinsip demokrasi.

Secara keseluruhan, pemikiran politik Islam memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan luar negeri negara-negara Muslim di abad ke-21. Meskipun ada variasi dalam cara negara-negara ini menerapkan dan menafsirkan konsep-konsep ini, tidak dapat disangkal bahwa pemikiran politik Islam telah menjadi faktor penting dalam membentuk dinamika hubungan internasional saat ini. Dalam menghadapi tantangan global yang kompleks, seperti perubahan iklim dan konflik regional, pemikiran politik Islam tetap menjadi pertimbangan utama bagi banyak negara Muslim dalam merumuskan strategi dan kebijakan luar negeri mereka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun