“PENGEMBARAAN PEREMPUAN & DAUN”
By Langit Senja
Perempuan sering tervonis begini, "tempat yang salah iris, pembuat dosa tragis, pelaku bodoh yang terkikis, meski banyak yang begitu memujanya. Sebagai surga cinta ternikmat, perengkuh hasrat dan pemuas nafsu yang memiliki hawa syahwat"
Mantra kata di atas ada dalam buku Perempuan dan Daun, sebuah kumpulan cerpen dan puisi tunggal Kirana yang berkolaborasi dengan para maestro foto, diantaranya Darwis Triadi.
Ketika saya membaca kalimat-kalimat itu pikiran saya beropini bahwa isi dalam buku ini adalah memoar ego dari seorang perempuan. Menyuarakan perempuan yang sering tervonis, dibodohi bahkan membodohi dirinya sendiri. Buku yang memuat sembilan cerpen dan dua puluh puisi ini adalah penggambaran kisah yang saya rasa mungkin pernah dialami oleh sebagian perempuan. Pemilihan judul Perempuan dan Daun sangat cocok dengan isi cerpen-cerpen di dalamnya. Kumpulan cerpen terasa ringan tetapi tetap menyentuh dan diksi yang digunakan terbilang cukup mudah dimengerti walaupun tidak menghilangkan ke khas-an dari seorang Kirana. Kirana Kejora memang salah satu penulis yang sangat piawai dalam memainkan emosi para pembacanya melalui para tokoh dan penokohan yang disuguhkannya.
Terbukti dalam kumpulan cerpen ini dia mampu memberikan nuansa lain atas kisah yang mungkin sudah menjadi cerita biasa dalam keseharian kita. Jika mendengar kata poligami atau perselingkuhan tentu sudah tak asing lagi dengan kata yang tidak pernah memberikan posisi nyaman bagi seorang perempuan. Kisah poligami atau perselingkuhan sudah sangat marak terdengar, terlihat bahkan mungkin terjalani. Tetapi ada warna lain ketika Kirana menuliskan tentang sebuah kepercayaan yang terkhianati karena egosentris yang begitu tinggi. Elegi Perempuan adalah salah satu cerpen yang ada dalam buku ini yang mampu membuat saya terhenyak ketika membacanya, sedikit berkaca-kaca ketika mencoba menelusuri tokoh Jora yang berusaha tetap tegar. Menjadi ibu sekaligus ayah memang tidak mudah, tetapi Kirana mampu memberi ketegaran yang terasa nyata dalam tokoh Jora.
Pergolakan emosi ketika membaca tidak hanya dalam Elegi Perempuan, tetapi hal tersebut dapat dirasakan dalam cerpen lain yang ada dalam buku ini. Penulis yang sempat menjadi dosen ini seolah sedang melucuti baju kisah hidupnya. Karier, cinta dan keluarga seolah menjadi inspirasi untuknya dalam mengolah kata menjadi sebuah karya. Setelah saya membaca beberapa karya Kirana ada beberapa cerpen dalam buku Perempuan dan Daun ini yang sepertinya menjadi ide awal dari lahirnya novel Elang. Atau mungkin bisa jadi bahwa buku Perempuan dan Daun adalah embrio atas lahirnya novel Elang. Kirana mempunyai ciri khas yang mungkin tidak dimiliki penulis yang lain, seperti pembuatan puisi dalam setiap cerpennya. Hampir dua puluh puisi yang ada dalam buku ini yang jika dikaji mewakili isi dari cepen-cerpen di dalamnya.
Tak mudah membuat puisi dengan ide yang ada dalam sebuah cerpen, begitupun sebaliknya membuat cerpen dengan isi cerita yang ada dalam sebuat puisi. Tetapi tidak dengan penulis yang satu ini, dia mampu melakukan keduanya. Banyak sekali makna yang dapat diambil dari isi buku ini. Kepingan kisah yang ada dalam buku Perempuan dan Daun ini seolah menjadi cermin untuk para perempuan khususnya agar tidak merasa lemah atas sebuah keterpurukan, baik yang dilakukan oleh diri sendiri ataupun oleh mereka yang menyebut dirinya mahluk paling kuat yaitu laki-laki. Buku inipun menyadarkan bahwa hidup adalah pilihan dan akan selalu ada hadiah atas pilihan tersebut.
LANGIT SENJA yang bernama asli Henny Sutrisno adalah seorang Freelancer di Badan Mediasi Indonesia, peminat sastra Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H