Seorang youtuber termasyhur mengguncangkan jagat dunia maya. Pasalnya, demi mempersiapkan persalinan calon buah hatinya, pesohor tersebut rela mengeluarkan kocek yang dalam dengan menyewa hampir satu lantai Rumah Sakit (RS) ternama di bilangan Jakarta Pusat. Di satu lantai RS mewah tersebut, beberapa kamarnya diisi oleh para anggota keluarga sang youtuber.
Tindakan youtuber ini menimbulkan diskursus hangat di jagat maya. Beberapa menyayangkan, karena di tengah pandemi dan kebutuhan jasa kesehatan yang tinggi, menyewa satu lantai RS jelas akan mengurangi ketersediaan fasilitas kesehatan. Namun, beberapa yang pro menganggapnya tidak masalah, karena sang youtuber membayar dari uangnya pribadi dan memiliki kemampuan atas hal tersebut.
PPN atas Jasa Kesehatan
Hal ini mengingatkan kembali penulis pada diskursus pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas jasa kesehatan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Pada medio 2021 lalu, saat rancangan UU HPP akan mengatur pengenaan PPN atas jasa kesehatan, masyarakat ramai melakukan protes.
Anggapan saat itu, pemerintah ingin mempersulit masyarakat dengan membebankan biaya tambahan PPN pada jasa kesehatan. Namun, sebenarnya pemerintah hanya ingin mengenakan jasa kesehatan yang tergolong mewah atau VVIP (suite) seperti yang dinikmati youtuber tersebut.
Selama ini, pasal dalam Undang-Undang PPN mengkategorikan jasa kesehatan seluruhnya sebagai jasa yang tidak dikenakan pajak. Hal ini membuat pemerintah tidak dapat mengenakan atas sebagian jasa kesehatan yang dinikmati kalangan atas. Untuk itu, UU HPP berencana membagi sebagian jasa kesehatan untuk kalangan tertentu agar dapat dikenakan PPN.
Tapi karena saat itu polemik PPN jasa kesehatan terus berkepanjangan. Pemerintah mengambil solusi, jasa kesehatan mendapatkan fasilitas PPN sehingga tidak dipungut atau dibebaskan pajaknya. Pemberlakuan ketentuan ini nantinya akan dilaksanakan mulai 1 April 2022.
Tentu tidak salah dengan menyewa satu lantai Rumah Sakit mewah. Tetapi bagi sebagian orang, hal ini mengusik rasa keadilan. Di saat kebanyakan orang harus berjuang lebih untuk mendapatkan fasilitas kesehatan, beberapa lainnya malah menggunakannya secara berlebih.
Untuk itu, sebenarnya tujuan pengenaan PPN atas Jasa Kesehatan sebagaimana diatur dalam UU HPP berusaha memberikan keadilan. Bagi para orang kaya yang memiliki kelebihan kemampuan ekonomis untuk membayar kesehatan VVIP, harusnya dapat dikenakan pajak. Nantinya uang pajak yang dikumpulkan dari pengenaan kesehatan VVIP ini dapat digunakan untuk membiayai bantuan jasa kesehatan bagi kaum ekonomi lemah.
Hal ini terjadi karena pajak seringkali disalahartikan hanya berfungsi sebagai pengisi kas negara (budgetair) semata. Seolah-olah negara sangat kekurangan uang sehingga harus mengenakan pajak hingga kebutuhan jasa kesehatan. Padahal pajak juga berfungsi mengatur (regulerend), bahkan sebagai instumen keadilan.