“Toloooooooooooooooonggggggggg”
Jeritan itu menghentikan canda Nisa dan teman-temannya. “Kamu dengar suara itu Mif?” tanya Nisa. “Itu bukannya suara Anggun?”, jawab Miftah.
“Toloooonggggg” Suara itu semakin jelas. Benarkan itu suara Anggun, Miftah meyakinkan teman-temannya. Sontak Nisa, Miftah dan Ferdi berlari menuju sumber suara. Tidak jauh dari tempat mereka duduk, mereka menemukan Anggun terduduk lemah menyaksikan Syilla yang telah terbujur kaku dengan kondisi tubuh yang menggenaskan.
“Bbbaagaimana ini bisa terjadi Anggun?”, tanya Ferdi terbata-bata.” Bukannya kalian mencari ranting untuk api unggun nanti malam?”, lanjut Ferdi. “Siapa pelakunya Anggun, siapaaaaa?”, desak Ferdi. Air mata mulai membanjiri pipi mereka. “Aku tak tau Fer, Syilla minta pisah ngambil rantingnya supaya cepat, dan tiba-tiba ketika aku mau balik, aku sudah mendapati Syilla kek gini”, jelas Anggun.
“Sulit dipercaya, Tempat indah yang akan dijadikan objek wisata ternyata angker. Mungkinkah penjelasan Pak Tua di pintu rimba adalah fakta. Mungkinkah Ngalau ini benar-benar angker?” Ferdi membatin.
Setelah membungkus mayat Syilla, Ferdi yang ditunjuk sebagai leader memutuskan untuk kembali malam ini juga. Teman-temannya menyetujui, mengingat jenazah syilla harus segera di kebumikan. Ferdi dan Nisa bertugas membawa jenazah Syilla. Anggun dan Miftah bertugas membawa peralatan. Mereka bergegas meninggalkan ngalau.
Satu jam telah berlalu. “Kenapa kok makin jauh rasanya Fer”, tanya Nisa. “Kita istirahat dulu Fer, aku kebelet pipis”, sambung Miftah. Biar aku temani, tawar Anggun. Mereka menuju aliran sungai yang tidak jauh dari tempat mereka berhenti..
“Tolongggggggg”. Jeritan itu kembali mengejutkan Ferdi dan Nisa. Keduanya saling pandang dan langsung beranjak menemui Anggun dan Miftah. Betapa terkejutnya Ferdi dan Nisa menyaksikan pemandangan di hadapan mereka. Anggun menyekap Miftah dari belakang dan meletakkan pisau di leher Miftah.
“Mundur” hardik Anggun. “Tak ada satu pun yang bisa menghentikanku”, kamu dan kamu juga akan mati di tanganku, seringai Anggun sambil menunjuk Ferdi dan Nisa bergantian. “Oke, sekarang kamu tenang dulu Nggun, kita selesaikan baik-baik, Miftah itu sahabatmu, sahabat kita, kami juga sahabatmu”. “Hahahahahahahahahahahahaha” tawa Anggun. “Siapa yang sahabat siapa?, kalian mau bukti?” Ahhhh ssakit Nggun, Miftah merintih. Anggun menggerakkan pisaunya dengan membuat satu sayatan di leher Miftah. “ Ini sahabat??” Ucap Anggun dengan nada sinis. Ayo Nggun lepaskan pisaunya. Iya Nggun Jangan lakukan itu, kasian Miftah kesakitan Nggun.
“Heh, kalian itu manusia berbulu domba. Kalian bukan sahabat-sahabatku, kalian munafik. Seorang sahabat itu tidak akan pernah menyakiti sahabatnya.”Anggun menumpahkan kekesalannya yang mungkin saja sudah lama di pendamnya karena nada bicaranya yang meluap-luap dan penuh kebencian.
“Jadi, sekarang kamu mau apa? “ Tanya Ferdi dengan nada yang mulai meninggi. Percuma bicara baik-baik, karena Anggun sudah seperti orang kesurupan. “Kalian mau tau apa yang saya mau??” Sreeeeeeeeeeet...arggghhhhhhhhhhhhhhhhh. Anggun dengan beringasnya menggorok leher Miftah. Miftah ambruk, Anggunpun langsung melarikan diri. ya berusaha mengejar Anggun. Menerobos semak-semak. Namun, Ferdi kehilangan jejak.
Nisa merasa ketakutan. Tubuhnya menggigil. Dia hanya ditemani mayat-mayat yang menggenaskan. Sesak di dada tak dapat di tahannya. Nisa meraung. Kenapa Miftah, Syilla dan mungkin dirinya harus mengalami hal seperti ini. Siapa yang telah menghasut dirimu Anggun? Nisa mulai meratap, berteriak, meraung.
“Kenapa Sa? Apa kamu takut?”. Ternyata Anggun hanya bersembunyi di sekitar semak-semak di tempat mereka berhenti. Sedangkan Ferdi sudah jauh menyusuri rimba untuk menyusul dirinya. “Begini caramu untuk membunuh kami satu persatu?, sejak kapan kamu menyusun rencana pembantaian ini?” Nisa mencoba mengajak Anggun untuk bicara dengan harapan bisa mengulur waktu agar Ferdi segera kembali dan membunuh Anggun.
Kilatan pisau semakin menciutkan nyali Nisa. Ferdi belum juga menunjukkan tanda-tanda akan kembali. Anggun mendekati Nisa. Perlahan Nisa mundur, mundur dan................”Nisa stop”, jerit Ferdi yang tiba-tiba muncul. “Aaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhh, terlambat, ketika tangan Ferdi ingin menjangkau tangan Nisa, Nisa sudah tergelincir dan dengan sigap pisau Anggun sudah menancap di ulu hati Ferdi..”Arrggghhhhhh” Ferdi terhuyung, dengan sekuat tenaga Ferdi mencabut pisau Anggun dan...............”Sreeeeeeeeeeeeeeeeeet”. Mati kau biadab, ucap Ferdi. Dalam hitungan menit mereka sama-sama ambruk. Dan Ngalau pun jadi hening, anyir darah mulai merebak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H