Mohon tunggu...
Ela Ferdianti
Ela Ferdianti Mohon Tunggu... -

I am an easy going person, friendly and i am crazy about adventure

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Protes Formalitas

23 Februari 2013   02:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:51 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sandra bagaimana persiapan acara PENSIL nanti?? Saya dan teman-teman masih latihan pak. Ah sudahlah jangan kau terlalu serius latihannya. Inikan formalitas saja bahwa acara telah kita laksanakan, agar laporan kegiatan bisa diselesaikan secepatnya dan di kirim ke donatur sebagai bukti fisik. Jangan lupa dokumentasinya ya !(baca dengan logat batak).

Ini adalah salah satu wacana tentang formalitas yang untuk ke sekian kalinya mampir di telingaku. Kata-kata pak Siregar melumpuhkan semangatku. Aku dan teman-teman sudah berlatih dengan giat dan sungguh-sungguh supaya bisa memberikan yang terbaik untuk acara nanti, agar sekolah ini bisa menunjukkan bahwa siswa-siswinya bisa berkreasi, agar kami bisa menguji bakat dan minat, eh malah di cut dengan pernyataan yang sangat rendah. Bedebah formalitas..Aku menggerutu dalam hati.

Formalitas atau pelaku formalitas yang bedebah. Sambil berjalan menuju ruang osis aku masih mendongkol. Sesampainya di ruangan Osisproposal kegiatan kuletakkan ke meja dengan kasar. Kenapa San? Tanya Ferdi spontan. Kamu ingat gak dulu kita ngadain acara “Kerja Bakti” waktu kita masih kelas satu, trus apa komentar Pak Wakasis?? Mmmmm kita gak usah memberikan pengumuman ke semua siswa karena kegiatan itu hanya formalitas saja untuk ngambil dokumentasi sebagai lampiran kegiatan dalam proposal penarikan dana. Nah itu dia bro..Maksudnya kegiatan PENSIL ini juga sama tujuannya?? Yup betul sekali.

Kurang ajar banget tuh pimpinan. Apa kita hanya dimanfaatkan sebagai alat kesejahteraan mereka?? Kita di sini menuntut ilmu, mencari jati diri, mengembangkan potensi dan berkreasi. Ini sudah tidak bisa di biarkan lagi Fer. Sama saja sekolah ini sekolah penipu. Aku tadi mikirnya ya udah ikutin aja deh. Tapi karena teringat kesungguhan dan harapan teman-teman yang akan show nanti, aku berbalik Fer. Ini harus menjadi yang terakhir.

Kumpulkan semua pengurus Osis, kita rapat setelah bel pulang berbunyi!!! Ya aku setuju ini saatnya kita bergerak fer. Aku menuju kelas dan meminta Azzam untuk memberitahukan kepada anggota Osis yang lain untuk rapat dadakan di sekretariat.

Jam 2 siang semua pengurus inti yang berjumlah lima orang sudah berkumpul. Aku, Ferdi, Andien, Azzam dan nadia. Ferdi, sebagai ketua Osis langsung angkat bicara. Secara singkat Ferdi menjelaskan seperti yang dibahasnya bersama Sandra. Semua yang ada di ruangan terdiam. Ruangan sekretariat yang sempit semakin sunyi. Yang terdengar hanya dengus nafas. Semuanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Ferdi bersuara lagi, kalau di batalkan, kita akan dapat masalah dari sekolah. Kalau di lanjutkan, sampai kapan kita akan di jadikan alat kepura-puraan alias demi formalitas saja. Kalau dulu okelah kita nrimo karena waktu itu kita memang belum paham. Tapi sekarang?? Apakah kita mau dimasukkan ke lobang yang sama dua kali??

Bagaimana kalau kita demo saja???Azzam mencoba memberi usul. Menurutku lebih baik kita musyawarahkan dengan Pak Kepala Sekolah kalau seandainya Pak Burhan tidak setuju baru kita lanjut ke majlis guru. Kalau demo, nama baik sekolah kita akan tercemar. I am one hundred percent agree with you. Andien langsung nyumbang suara cemprengnya dengan bahasa inggris nya yang gak pernah ketinggalan. So, kapan kita menemui Pak kepsek?? Sambung Hafis. Lebih cepat lebih baik karena hari H sudah dekat jawab Ferdi dengan tegas. Akhirnya mereka bubar setelah pembagian tugas.

Setelah bel masuk berbunyi, Ferdi dan ke empat temannya menuju ruang kepala sekolah.
Apa maksud semua ini, Bapak tidak paham. Ferdi menjelaskan secara rinci dan tidak ketinggalan kejadian yang sama ternyata sudah terjadi berkali-kali. Sampai kapan sekolah akan membunuh mental dan karakter siswa Pak?

Ferdi melanjutkan, ketika kami masih kelas satu kami sudah di jadikan alat untuk menarik dana. Membuat acara kerja bakti kemudian di ambil dokumentasi dan di lampirkan dalam proposal disertai penjelasan yang “wah” agar mendapatkan dana yang banyak. Apa Bapak tidak melihat acara kerja bakti dua tahun yang lalu?? Apakah laporan yang di buat sesuai dengan yang sebenarnya?? Ini pendidikan pak. Pendidikan yang akan mencerdaskan anak bangsa, membangun karakter, membentuk kepribadian, menggali minat dan menyalurkan bakat serta mengekspresikan diri.

Ferdi mulai meluapkan kekesalannya. Pak Kepala Sekolah benar-benar terdiam. Kalimat Ferdi yang tidak ada jeda membuat Kepala Sekolah tak bisa berkata bahkan sekedar membela diri pun tak mampu.

Hening.....

Bapak akan menjelaskan kepada ananda semua. Apa yang ananda sebutkan itu memang benar. Pak Kepala Sekolah mulai bicara. Namun, semua itu kami lakukan agar sekolah kita bisa lebih baik dalam segala hal.

Baik?? Baik seperti apa yang Bapak maksudkan?? Selama hampir tiga tahun kami di sini, sedikitpun belum ada perubahan yang baik seperti Bapak sebutkan. Atau hanya baik untuk kesejahteraan personal?? Aku langsung memotong penjelasan Bapak Kepala Sekolah.

Stop!!! Ternyata itu suara Pak Siregar. Kau tak boleh bicara seperti itu. Beliau adalah pimpinan kita di sekolah ini. Kau harus menghormatinya dan berkata dengan sopan. Apa kau mengerti Sandra?? (hmmm baca dengan logat batak lagi deh).

Apa untuk formalitas saja pak?? Apakah aku harus berbicara dengan sopan hanya untuk formalitas saja?? Aku semakin menekankan kata formalitas sambil menatap Pak Siregar

Pak Siregar membesarkan matanya. Aku tak taulah apa maknanya (jadi ikutan ngomomg logat batak hehe). Apakah beliau marah atau beliau kaget. Hmm senjata makan tuan tuh pak siregar. Aku tak tau kenapa aku bisa bersikap seperti ini. Mungkin saja karena jerih payahku dan teman-teman di anggap mainan dan di buang ke tong sampah terdekat.

Jadi gimana pak? Ferdi mendesak lagi. Kami tidak ingin masalah ini diketahui oleh seluruh siswa dan siswi sekolah ini terutama siswa dan siswi yang telah berlatih tiga bulan untuk acara ini. Kami hanya minta Bapak Kepala Sekolah, Bapak Siregar dan yang lainnya tidak akan pernah mengulangi hal seperti ini lagi.

Kenapa kalian yang mengatur pimpinan?? Saya...

Sudah Pak Siregar, Bapak Kepala Sekolah memotong pembicaraan Bapak siregar. Meskipun kita lebih tua, meskipun kita pimpinan tapi kita berpikiran picik. Tidak seperti mereka yang berjiwa pemimpin. Bapak, selaku pimpinan sekolah ini meminta maaf karena telah mengecewakan kalian semua dan saya pribadi meminta maaf.

Aku melongo lebih tepatnya kesetrum. Begitu juga ke empat temanku. Dengan mudahnya Pak Kepsek meminta maaf dan mengakhiri pembicaraan.

Kami kembali ke ruang sekretariat. Kamu heran gak Fer dengan sikap Pak Kepsek?? Kok bisa berubah drastis gitu. Ngalah tanpa pembelaan. Kan sudah kamu skak ster tadi San. Iya sih, tapi tetap aja aneh Fer. Seorang Kepsek kok gitu. Bicara aja gak bisa. Itulah San terkadang seseorang itu menduduki jabatan hanya karena formalitas. Bukan karena background nya atau karena keahliannya dia dijadikan Kepsek atau Wakil.

Makanya untuk ke depan kita coba basmi orang-orang yang berjiwa formalitas. Nadia mencoba bicara seperti penasehat. Eh kamu kemana aja dari tadi Nad, sekarang baru bicara. Semua yang ada di ruangan sekretariat tertawa.

Dan satu lagi siapapun anda lakukan apapun dengan sungguh-sungguh agar kamu bisa menikmati hasilnya. Karena formalitas adalah pembunuh karakter, pembunuh potensi anda untuk mengeksiskan diri. Ferdi melanjutkan nasehat dari Nadia.

Kami kembali ke rumah masing-masing. Aku sangat lega meskipun kata-kata Pak Burhan masih kedengaran formalitas saja bagiku, namun biarlah waktu yang menjawab kesungguhan nya tadi. Acara Pensil tahun ini yang akan menunjukkan “The Real” nya Pak Kepsek. Formalitas saja atau memang kesungguhan hatinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun