"Get Up Stand Up, Stand Up For Your Right..." Handphoneku berdering. Aku lihat nama Bunda Enggar muncul di layarnya.
"Assalaamu'alaikum..." Aku angkat teleponnya.
"Wa'alaikumsalaam... To the point aja ya Nang."
"Ok, ada apa Bunda... Eh Bunda ok kan?"
"Alhamdulillah Bunda Ok Nang." Dengan logat Jawanya yang sangat kental. "Gini Nang, Bunda lagi agak sibuk nih, jadi gak bisa lama-lama ngobrolnya. Tadi Bunda habis ngobrol sama Dhenok Zaa. Katanya sebentar lagi mau lahiran kan? Nah, Bunda mungkin gak bisa ada di sana saat Dhenok lahiran. Jadi..." Aku masih khusyu mendengarkan di depan tipi bersama Isteriku. Sengaja aku loadspeaker supaya Zaa juga bisa dengar. Bunda Enggar memang sudah lama ke luar kota. Jadi, rasa rindu untuk bertemu memang sudah terkumpul dan memenuhi seluruh penjuru hati.
"Jadi apa Bunda..." aku heran ketika Bunda tiba-tiba berhenti bicara.
"Jadi..." Bunda semakin membuatku penasaran dan khawatir.
"Jadi apa..."
"Jadi sekarang Nang buka pintu. karena Bunda udah pegel berdiri di sini.
"Bunda!!!" Aku dan Zaa serentak berdiri dan lari menuju pintu. Aku buka pintu dan segera memeluk Bunda yang masih memegang handphone-nya.
Â