Mohon tunggu...
hida
hida Mohon Tunggu... Penulis - writer

Art

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

(FF Rangkat) Keong Kades

4 November 2012   20:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:58 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

“El, kali ini kita harus bisa dapat keong yang banyak. Secara kemarin Kades Rangkat pesannya banyak banget, 10kg. Gue heran, sebenarnya itu keong mau dibuat apa ya. Apa disemur dicampur jengkol atau mau dibuat, ah, entahlah gue gak bisa nebak El. Menurut Lu itu keong nantinya mau diapain. Jawab El, jangan diam aja.” Sekar nyerocos.

“Heh Moyangnya keong, gue kapan mau ngemengnya. Kan dari tadi Elu nyeroscos terus kayak petasan yang dinyalakan saat khitanan.” Jawab El sembari melayangkan jitakkan di jidat keong.

“Qiqi, sori Bangbro.” Sekar cengengesan.

“Menurut gue sih, itu keong pasti nanti mau dibikin manisan.” Jawab El polos.

“Koq manisan? Memangnya bisa gitu keong dibikin manisan? Terus kalau nanti rasanya jadi aneh gue harus ngapain, koprol di atas meja sambil makan kerupuk jengkol dan menari Gangnam Style sambil bilang ‘gubrak’ gitu?” Sekar bergaya alay.

“Sarap Lu! Ya bisa lah.” El menjawab setelah mengmbil keong ke seratus dari bibir sawah.

“Ciyussss? Miapah....” Sekar lagi-lagi alay.

“Miayaaaaam!!!” Jawab El dengan nada geram. Sekar dan El ngakak.

“Kayaknya udah cukup banyak nih El. Kita pulang yuk.” Sekar.

“Iya, langsung kita anterin ke rumahnya aja ya.”

“Ok.” Sekar dan El langsung bergegas menuju kantor Kades.

“Kayaknya kantor Kades kosong ya El?”

“Iya Moy. Pada ke mana ya.” El mengerutkan dahi.

“Hahahahaha, ya iyalah sepi. Ini kan hari Ahad!!” Sekar baru sadar. Mereka tertawa lagi dan meneruskan perjalanan ke rumah Kades.

“Tok tok tok, assalaamu’alaikuum... Atuuuk oh Atuk” El mengetuk pintu dan mengucap salam ala Upin dan Ipin. Sekar menahan tawa.

“Wa’alaikumsalaam...” Terdengar suara seorang perempuan. Sekar dan El kaget. Mereka saling bertatapan bertanya-tanya. Pintu dibuka.

“Eh Mbak Sekar, El. Ada perlu apa ya...” Sekar dan El kaget karena ternyata yang keluar adalah seorang perempuan yang tubuhnya lebih besar dari El dan tidak lebih kecil dari Sekar.

“Cici koq ada di sini, sedang apa di rumah Aa Kades?” El bertanya kaget. Sekar hanya melongo.

“Siapa bilang ini rumah Mas Hans. Ini rumah Gue El!!” Jingga.

“Oh, jadi rumahnya Mas Kades sudah dibeli sama Mbak Jingga ya.” Sekar bertanya serius dengan wajah polos.

“Loh, kan rumah kita dari dulu di sini Mbak Sekar...” Sekar dan El saling bertatapan.

“Rupanya kita salah rumah Moy.” Bisik El.

“Iya, kita lari aja yuk. Malu!” Sekar.

“Ada apa sayang, siapa yang datang...” Bang Ibay setengah berteriak dari dalam rumah.

“Cici Jingga, nitip ini buat Aa Hans ya. Tadi beliau memesan keong kepada kami.” El sok diplomatis menyerahkan keong dalam ember yang jumlahnya lebih dari 100. Sekar sudah menyiapkan diri untuk lari.

“Tolong bilang ke Mas Kades, Keongnya gratis!” Tambah Sekar. Sekar dan El perlahan meninggalkan Jingga sebelum Bang Ibay menghampiri mereka. Dan setelah beberapa meter menjauh dari Jingga, mereka berlari terbirit-birit. Jingga tertawa menggetarkan seisi rumah.

“Yawwooooh....” Bang Ibay sok alay saat mendengar gelegar tawa Jingga. Maksudnya; Yaa Alloh.

-end.

elhida

051112

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun