Aku bersyukur menjadi burung pipit yang lahir dan tumbuh besar di Kampung Leuwiceuri Desa Sukasenang Kecamatan Tanjungjaya Kabupaten Tasikmalaya ini. Karena di sini, walaupun kemarau panjang tetapi di tempat ini tak pernah kekurangan air apalagi sampai kekeringan. Sawah-sawah di sini tumbuh subur, itulah pokok utama yang membuat aku dan kawanan burung pipit lain begitu bersyukurnya tinggal di sini. Oleh karena itu pula, aku yakin di sini kami tidak akan pernah kelaparan.
Ada kebiasaan unik di kampung ini. Di saat di tempat lain menanam benih padi secara bersamaan, maka tidak di tempat ini. Di sini para manusia menanam padi seinginnya. Jadi, masa kami memakan biji padi mereka lebih panjang. Dan itu adalah kabar baik.
Tapi, para manusia sepertinya tidak rela biji padinya kami makan. Dan kali ini, aku melihat para manusia membuat sesuatu berbentuk seperti manusia, ada juga yang berbentuk kaleng diisi batu memakai tali begitu panjang sehingga dapat bergerak-gerak ketika dan suaranya yang berisik itu memang berhasil mengagetkan kami. Mereka menamainya bebegig sawah.
Kali ini aku akan mengajak ngobrol salahsatu bebegig yang ada di pematang sawah, yang bentuknya menyerupai manusia yang kepalanya terbuat dari kaleng khong guan dengan diisi batu di dalamnya, dan tubuhnya adalah kaos manusia yang sudah tidak terpakai dan bolong-bolong. Aku hinggap di atas kepalanya, tak ada manusia melihatku.
"Begig, apa kamu gak bosan berdiri di sini hanya untuk menakut-nakuti kami kawanan burung pipit yang kelaparan?" Tanyaku. Begig diam.
"Begig, kenapa kamu mau disuruh berdiri di sini sepanjang hari hanya untuk membubarkan kami yang kelaparan? Begig masih diam.
"Begig, asal kamu tahu. Aku juga diciptakan Tuhan dengan bernyawa. Dan aku bersama kawana burung yang lain juga butuh makan untuk kami bisa hidup. Setidaknya, biarkan aku dan kawan-kawan memakan rejeki Tuhan dari padi yang manusia tanam. Bukankah kami juga berhak hidup?" Begig terus saja diam. Sementara itu, sekawanan burung sebangsaku tengah melahap biji-biji padi dengan tenangnya. Aku lihat mereka sudah mulai kekenyangan. Aku bahagia.
"Huuuuwuh!!!! Krontang krontang krontang!!! Hea ! hea! hea!!!!!" Begig tiba-tiba bergerak berisik, dan kulihat seorang manusia menarik-narik tali yang menyambung ke Bebegig yang aku hinggapi kepalanya. Sontak aku tersentak, dan kawan-kawanku serentak terbang menuju pohon kelapa terdekat.
"Hidup itu perjuangan, kawan. Rejekimu tidak akan tertukar!" Bisik Begig sebelumku terbang.
El Hida
No. 98