Mohon tunggu...
Fitriyani
Fitriyani Mohon Tunggu... Freelancer - Junior Editor at Delilahbooks.com

A woman who loves writing story beyond her imagination.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Dinding Ketegaran part 15

8 Februari 2012   05:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:55 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“ Andina! Ya Tuhan, apa yang terjadi denganmu?” Harno cemas dan panik.

Harno bergegas menggendong Andina menuju mobilnya dan meluncur ke rumah sakit. Andina masih tetap tak sadarkan diri, Harno benar-benar takut melihat kondisinya. Harno mengantarkan Andina hingga pintu ruang ICU, seraya berdoa pada Tuhan agar Andina baik-baik saja.

Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya Dokter keluar dari ruang ICU. Dokter memandang sedih pada Harno.

“ Maaf, kami tidak bisa menyelamatkan bayinya.”

“Apa?!” tanya Harno antara terkejut bercampur heran.

“ Iya, istri anda mengalami keguguran. Saya harap anda dapat menghiburnya dan membesarkan hatinya, saat ini dia masih shock. Jangan membuatnya berpikiran yang berat-berat.”

Dokter menepuk bahu Harno menyatakan simpati atas musibah yang menimpa Andina, Harno hanya diam terpaku. Ia tak tahu kalau Andina hamil, dan tiba-tiba saja ia mendapat berita bahwa Andina keguguran. Pantas saja belakangan ini Andina susah makan dan sering menginginkan makanan yang tak biasa, rupanya ia sedang mengidam karena kehamilannya. Bagaimana mungkin Andina menyembunyikan semua ini darinya? Mengapa Andina melakukannya? Ia benar-benar butuh penjelasan dari Andina.

Harno masuk ke kamar rawat Andina, Andina sudah sadar. Ia sedang termenung menatap langit-langit rumah sakit, matanya menerawang jauh.

“ Din...” Harno menyapanya pelan.

Andina tak menjawab sapaannya, Andina memejamkan mata. Dua bulir kristal mengalir jatuh di pipinya. Harno mendekatinya.

“ Din, mengapa kau tak pernah mengatakannya padaku?”

Andina berpaling, seakan enggan memandang Harno.

“ Untuk apa aku memberitahukannya padamu?” Andina malah balik bertanya.

“ Din, aku suamimu. Aku berhak mengetahuinya.”

“ Tidak! Kamu tidak berhak!” kata Andina tegas membuat Harno terkejut dengan sikapnya.

Andina memandang Harno dengan matanya yang merah.

“ Kamu sama sekali tidak berhak membuatku menderita, meski kau satu-satunya lelaki yang kucintai dalam hidupku. Kau tak berhak membuatku sengsara, kau tidak berhak Har!”

Harno semakin terpana mendengarnya.

“ Untuk apa aku memberitahumu tentang kehamilanku,kaupun akan kembali pergi meninggalkanku seperti saat aku mengandung Ranggi dulu,” ucap Andina lagi.

“Siapa yang bilang aku akan pergi meninggalkanmu?”

“ Karena aku yang menginginkannya! “ tegas Andina,” Aku ingin kau kembali pada Fanita, dia masih mencintaimu. Dia membutuhkanmu, dia lebih berhak bahagia bersamamu daripada aku. Aku tak ingin seumur hidup dikungkung perasaan bersalah karena telah merebutmu darinya.”

Harno terpaku, jadi itukah yang selama ini membuat Andina bersikap dingin padanya? Jadi Andina masih menginginkannya kembali pada Fanita, meski sebenarnya Andina masih mencintainya.

Tiba-tiba saja Harno memeluk Andina dengan erat, Andina tak kuasa menolaknya.

“ Aku tidak akan pernah meninggalkanmu, apapun yang terjadi aku akan tetap disampingmu. Din, kumohon, setidaknya ijinkan aku untuk terus bersamamu. Berusaha menebus semua dosaku padamu. Jika ada yang bersalah, maka yang paling bersalah disini adalah aku. Aku yang telah membuatmu menderita, aku yang telah mempermainkan perasaan Fanita dengan menikahinya padahal hatiku hanya mencintaimu seorang. Kau tidak pantas merasa bersalah, karena semuanya adalah kesalahanku.”

Ada yang merembes pelan dari mata Harno, jatuh membasahi baju pasien yang dikenakan Andina. Andina merasakan dekapan Harno begitu erat seolah tak mau melepaskannya sedikitpun.

“ Har...” Andina mencoba bicara.

“ Din, mulai kini bagilah semua kesusahanmu denganku. Jangan menyimpannya sendirian, kita hadapi semuanya bersama-sama. Aku bersedia melakukan apa saja demi kamu dan Ranggi, asal jangan kau memintaku untuk meninggalkanmu. Sampai kapanpun aku takkan pernah bisa melakukannya. Aku terlalu mencintaimu.”

Andina diam, tak mampu berkata apapun lagi. Ia membiarkan Harno memeluknya dengan erat, sementara Andina sendiri sulit menerka apa yang sedang dirasakan oleh hatinya kini. Ia masih begitu shock karena kehilangan janinnya.

***

“ Din, makanlah.” Bujuk Harno, sudah satu jam ia membujuk Andina untuk makan. Sementara Andina hanya diam seraya membuang pandang keluar jendela.

“ Aku tidak lapar, Har.”

“ Din, kau harus segera sembuh. Ada Ranggi yang menantikanmu, dia membutuhkanmu.”

Andina diam, tak lama kemudian muncullah Rinta dan Fanita yang datang bersama Ranggi untuk menjenguk Andina.

“ Andina, sebenarnya kau sakit apa? Mengapa sampai masuk rumah sakit segala? Tadi kami berkunjung ke rumahmu, dan pembantu bilang kamu di rumah sakit. Karena itu kami langsung kesini, kebetulan ada Ranggi dan dia minta ikut. Makanya dia juga kami ajak kesini.”

“ Aku tidak apa-apa, Fan,” ucap Andina pelan.

“ Andina keguguran, dia baru saja dikuret,” kata Harno sedih.

Fanita dan Rinta terkejut.

“ Aku ikut sedih mendengarnya, Din.” Ucap Rinta .

Andina berusaha tersenyum tipis, kehadiran sahabat-sahabatnya mampu membuatnya sedikit melupakan sakit yang di deritanya.

“ Tapi bagaimana kau bisa mengalami keguguran, Din?” tanya Fanita.

“ Dokter bilang, kondisi kandungan Andina lemah. Juga karena faktor stres berlebihan dan kelelahan kerja, akhirnya kandungannya tak dapat bertahan lama,” Harno menjelaskan.

“ Ya ampun, Din. Sudah kukatakan bahwa kau lebih baik berhenti bekerja, kau kan sudah punya suami. Kau tak perlu bekerja keras lagi, lihat sekarang. Kau sampai keguguran, pasti karena stres memikirkan urusan kantor dan juga kelelahan bekerja.” Ungkap Fanita penuh perhatian.

“ Semuanya sudah terjadi, Fan. Mau diapain lagi?” kata Andina pelan, tak mungkin ia mengatakan yang sebenarnya pada Fanita bahwa dirinya stres justru karena memikirkan perasaan Fanita dan bagaimana caranya membuat Harno kembali pada Fanita.

Fanita memandang Andina sayu, ia ikut sedih dengan apa yang menimpa sahabatnya. Ranggi naik ke pembaringan Andina.

“ Mama sakit apa?”tanya Ranggi pelan.

Andina tersenyum,dia membelai wajah putranya.

“ Adik kamu udah pergi ke surga, sayang.”

“ Nanti Ranggi bisa ketemu lagi gak sama adik Ranggi?” tanya Ranggi lagi.

“ Bila Tuhan mengijinkan, kita pasti akan berkumpul lagi bersama adikmu.”

Ranggi memeluk Andina, seolah mengerti kesedihan yang dialami ibunya. Ranggi mengelus punggung Andina dengan tangan mungilnya.

“Mama jangan sakit lagi ya, nanti kalo Ranggi udah jadi dokter, Ranggi gak bakalan biarin Mama sakit lagi. “ Ranggi melepas pelukannnya dan menatap Andina, ia mengusap airmata yang merembes di wajah Andina.

” Mama juga jangan nangis lagi, ada Ranggi disini yang akan selalu nemenin Mama. Ranggi gak tau kenapa, tapi tiap kali liat Mama nangis Ranggi ngerasa sakit banget disini.” Ranggi menunjuk dadanya sendiri.

Andina tak kuasa menahan haru, ia menarik Ranggi ke dalam pelukannya. Selama ini Ranggi memanglah sumber kekuatannya, yang membuatnya dapat bertahan menghadapi semua cobaan dalam hidupnya. Seberat apapun masalah yang menderanya, semua beban di pundaknya akan terasa terangkat begitu menatap wajah polos Ranggi.

-to be continued-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun