Man saara ala darbi washala, inilah mantra ketiga yang digunakan sang pengarang dalam Rantau 1 Muara. Buku ketiga dari trilogi 5 menara yang dikarang oleh A. Fuadi, seorang yang selalu haus ilmu hingga akhirnya ia bisa mengelilingi separuh dunia ini telah menggunggah semangat baru bagi para pembaca.
Kisah dalam trilogy ini dimulai dengan kepulangan Alif dari Kanada. Waktu terasa semakin ligat baginya, karena sehari setelah ujian skripsi ia berangkat ke Singapore sebagai penerima beasiswa visiting student di the National University of Singapore selama satu semester.
Dengan berbekal banyak pengalaman dari dalam maupun luar Negri menjadikan alif semakin percaya diri untuk melamar pekerjaan setelah ia menyelesaikan studinya di Bandung. Namun ternyata Alif kurang beruntung, ia lulus di saat yang kurang tepat. Lebih tepatnya saat itu terjadi krisis moneter yang menyebabkan belasan lamaran pekerjaan yang ia kirimkan ditolak. Padahal ia harus mempunyai pendapatan setiap bulannya demi menghidupi Amak dan adik-adiknya dirumah.
Semangat gighnyapun membuahkan hasil, Alif diterima di salah satu tempat kerja yang pernah ia impikan saat di Pondok Madani dulu. Majalah berita Nasional “Derap’. Di sinilah kemampuan jurnalistiknya berkembang pesat. Dan di sini pula ia berhasil sedikit demi sedikit menghapus bayang Raisa—gadis yang dulu pernah mengambil hatinya—dengan sosok Dinara.—salah satu rekan kerjanya yang pernah membuatnya penasaran serta jatuh hati.
Tuhan tidak akan menyia-nyiakan setiap perjuangan yang dilakukan oleh MakhlukNya. Terbang ke Washington DC inilah jawaban dari Tuhan pada Alif atas usaha-usaha yang pernah ia lakukan. Disana Alif mendapat kerabat dan teman-teman baru. Ia sudah menganggap mereka seperti keluarga sendiri. Sampai terjadi tragedi 11 september 2001 di gedung WTC, Manhattan New York yang menyebabkan hati dan perasaan Alif tak karuan. Ia sangat merasa kehilangan saat orang dekatnya yang sudah dianggap seperti saudara kandungnya harus pergi untuk selamanya. Dari peristiwa itulah Alif lebih memahami arti mantra Man saara ala darbi washala. Siapa yang berjalan di jalannya akan sampai tujuan. Bukan hanya tujuan kebahagiaan dan keberhasilan dunia tetapi tujuan hakiki. Ke tempat dulu ia berasal. Ke sang pencipta.
Secara keseluruhan Novel ini mempunyai kelebihan dan kekurangan tentunya, karena tak ada kata sempurna kecuali untukNya. Adapun kelebihan dalam Novel ini adalah ceritanya yang penuh perjuangan, kata-kata penyemangat yang ada didalamnya serta jalinan persahabatan yang kokoh. Memakai alur maju dan bahasanya yang begitu ringan membuat para pembaca pemula ataupun penggemar novel dengan mudah bisa memahami cerita serta amanat-amanat yang disampaikan dalam setiap untaian kalimatnya. Dalam hal kelemahannya, sejujurnya saya memang sangat kesulitan mencari titik kelemahan yang ada dalam novel ini.
“Rantau 1 Muara”, novel yang mampu memaksa pembacanya terus menghabiskan novel dalam sekali duduk. Novel yang takkan bisa diberhentikan ditengah jalan, karena selalu membuat pembaca penasaran pada cerita selanjutnya. Setiap lembaran mampu mengajak kit'a untuk membuka lembaran berikutnya. Yang pastinya dua jempol untuk novel “Rantau 1 Muara”.
Bagaimana jungkir balik Alif saat perjuangan mendapatkan Beasiswa di luar Negeri? Akankah kisah Cinta Alif kepada Dinara berlanjut? Ataukah putus ditengah jalan lantaran jarak yang memisahkan? Serta bagaimanakah kisah perjuangan hidup Alif di negeri orang? Temukan jawabannya dalam Rantau 1 Muara. Man saara ala darbi washala'
Judul Buku : Rantau 1 Muara
Penulis : A. Fuadi
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : pertama, Mei 2013
Tebal Buku : 395 halaman
Harga : Rp. 75.000,-
Peresensi : Amalis Sofi’ah
*Resensi ini diikutkan dalam lomba resensi Rantau 1 Muara*
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI