Hari raya lebaran tinggal menghitung hari. Hari raya umat Islam yang sangat ditunggu-tunggu kedatangannya oleh bermilyar-milyar umatnya di seluruh dunia. Hari Raya Kemenangan bagi umatnya yang telah melaksanakan kewajibannya berpuasa sebulan penuh. Setelah kita di uji oleh kewajiban kita berpuasa selama kurang lebih 30 hari, dan ganjaran yang setimpal bagi mereka yang melakukan kewajibannya berpuasa adalah kebahagiaan menyambut Hari Raya Idul Fitri 1433 H tahun ini. Bagi umat Islam di tanah air kedatangan hari Raya Lebaran adalah kedatangan pula dengan apa yang namanya mudik. Mudik adalah tradisi yang sudah ada sejak zaman dulu, dan konon katanya hanya ada di Indonesia. Tradisi pulang kampung ini sebagai pertanda bahwa sebagian warga yang merantau, pulang untuk merayakan Lebaran dikampung halaman sendiri, setelah selama kurun waktu itu mereka disibukkan dengan pekerjaan diluar kampung mereka atau dikota-kota besar. Tradisi mudik sudah merupakan kewajiban bagi perantau untuk dilakukan agar bisa melepas rindu melepas kangen dengan sanak saudara atau handai taulan yang dalam kurun waktu tertentu ditinggal dikampung sendiri. Dan tradisi mudik dari masa ke masa selalu berubah fungsi dan untuk sebagian orang saat ini tradisi mudik tidak hanya sebatas temu kangen dengan keluarga tercinta malah untuk sebagian orang pamer keberhasilan atau status sosial mereka. Dan syah-syah saja apa yang telah mereka perbuat mendapat pengakuan dari orang-orang disekitarnya.
Keberhasilan yang telah diperoleh oleh sebagian pemudik di tanah perantauan malah berefek minat sebagian masyarakat untuk bisa melakukannya juga dengan berbondong-bondong mengikuti jejaknya. Mudik saat ini sudah merupakan gaya sebagian warga sebagai ajang pamer kesejahteraan, pamer keberhasilan, yang mungkin juga pamer kekuasaan. Semua menatap dan takjub dengan (keberhasilannya)
Tradisi mudik adalah tradisi pembagian sebagian harta (uang) mereka untuk kerabat-kerabat tercinta dikampung untuk sekedar mencicipi rejeki yang telah mereka dapatkan selama kurun waktu lama dikota tempat mereka mencari penghidupannya selama ini. Uang yang punya peran masih menjadi senjata andal bagi sebagian pemudik untuk memperlihatkan status sosial yang mereka dapat selama ini diperantauan. Untuk sekedar memperlihatkan identitas mereka kini yang telah berubah. Diperantauan sana mereka berjuang dan di ajang tradisi mudik, mereka berharap pengakuan atas keberhasilannya.
Malah konon untuk sebagian pemudik lainnya dijadikan ajang untuk bagi-bagi uang (harta) atas apa yang telah mereka hasilkan selama ini dan atas nama keberhasilannya selama ini ditanah perantauan. Atas nama kesuksesan mereka rela menghambur-hamburkan uang (harta) untuk mendapatkan pengakuan atas keberhasilannya. Untuk kasus diatas syah-syah saja apa yang telah mereka lakukan dan diwajibkan untuk berbagi dengan sesamanya.
Strata keberhasilan yang berbeda-beda tiap pemudik malah sering menimbulkan keberagaman perlakuan masyarakat sekitarnya. Malah ajang tradisi mudik bagi mereka yang kurang berhasil menjadikan beban kehidupan bagi mereka itu sendiri. Bahwa apa yang selama ini mereka perjuangkan diluar kampung mereka penuh dengan duka cita dan kesusahan yang luar biasa. Dan kalau sudah begini kesakralan mudik hanyalah akan menimbulkan penderitaan tambahan bagi pelakunya itu sendiri.
Gairah mudik konon telah menyatu dengan gairah hari perayaan itu sendiri gak afdol orang perantauan gak mudik jika saat Lebaran tiba, dan ini sering menjadikan keharusan yang wajib dilakukan meskipun tidak ada uang dikantong (hehehe), yang lebih parah lagi untuk sebagian masyarakat bisa pinjam sana pinjam sini hanya untuk sebuah keharusan tradisi mudik itu sendiri. Kalau sudah begini tradisi yang sudah berlangsung turun temurun hanya akan menjadikan penderitaan bagi pelakunya karena tidak bisa memberikan sesuatu yang sudah menjadikan tradisi dimudik itu sendiri.
Hai para pemudik, inga……..inga………. “musim balik” anda pasti tiba dan hidup akan dimulai dengan kenyataan yang ada. Selamat bermudik
Wassalam
Nb : (dulu) Saya juga pelaku mudik. Pengalaman pribadi …..Sttttt
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H