Mohon tunggu...
Elhaq2005
Elhaq2005 Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Terus Belajar, berpikir, dan membaca

Pelajar yang berjuang membuang tabiat malasnya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Rokok dan Jual Belinya

28 April 2022   13:39 Diperbarui: 28 April 2022   13:51 3307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Merokok merupakan salah satu budaya yang sangat mudah ditemukan di Indonesia. Hampir di setiap daerah dapat ditemukan orang yang memiliki status perokok. Karena sangat diminati oleh masyarakat, penjualan rokok hampir selalu berbuah manis. Bahkan karena larisnya penjualan rokok, pemerintah pun akhirnya menerapkan pajak pada penjualan rokok yang sekarang menjadi salah satu penghasilan terbesar di Indonesia.
Dari sekian banyak jumlah perokok dan penjual rokok di Indonesia, jarang terbesit dalam pikiran mereka akan hukumnya. Jarang sekali orang-orang mencari tahu hingga detail bagaimana hukum yang berkaitan dengan rokok ini. Lantas bagaimanakah hukum merokok dan melakukan transaksi jual beli rokok dalam madzhab Imam Syafi'i? Sebelum membahas hukum mengenai jual beli rokok, status dari barang berupa rokok ini harus diketahui secara rinci terlebih dahulu.

Menurut Wikipedia.org, rokok atau sigaret adalah silinder dari kertas berukuran panjang 70 hingga 120 mm dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau kering yang telah dicacah. Dalam kitab-kitab kuning rokok sering diistilahkan dengan kata ad-dukhan yang berarti asap atau dengan kata at-tutun yang berarti tembakau. Cara penggunaan rokok adalah dengan membakar ujung rokok untuk dihisap melalui pangkalnya. Kemudian kandungan yang ada di dalam rokok adalah karbon monoksida (senyawa yang dapat menurunkan kadar oksigen dalam darah), tar (karsinogenik atau zat penyebab kanker), dan nikotin (zat penyebab adiksi).

Hukum dari rokok ini bermacam-macam. Dalam kalangan syafi'iyyah pun terdapat beberapa pendapat. Dalam kiab Hasyiyah al-Baijuriy karangan Imam Ibrahim al-Baijuriy disebutkan bahwa ada yang mengatakan bahwa rokok itu hukumnya haram sebab memiliki mudhrat yang besar. Ada juga yang mengatakan hukumnya rokok itu justru mubah atau diperbolehkan. Namun, kedua pendapat tersebut dinilai dha'if atau lemah dalam madzhab Imam Syafi'i. Pendapat yang dianggap mu'tamad adalah qoul yang mengatakan bahwa hukumnya adalah makruh. Semua perbedaan tersebut didasari oleh perbedaan pandangan mereka akan manfaat yang ada pada rokok itu sendiri.

Hukum jual beli rokok sendiri juga dipengaruhi oleh manfaat yang ada pada rokok. Hal ini dikarenakan persyaratan-persyaratan yang sudah berlaku dalam jual beli Islam. Syarat yang harus dipenuhi dalam jual beli Islam meliputi tiga hal, yakni syarat dalam akad, barang yang diperjual belikan, dan kedua pihak yang berakad. Secara garis besar, syarat yang berkaitan pada pembahasan kali ini adalah syarat dalam barang yang diperjual belikan.

Syarat yang paling umum diterapkan pada barang yang diperjual belikan ada tiga, yakni milku at-tam (berupa barang kepemilikan sendiri), at-thahir (berupa barang suci), dan muntafa'an bihi (dapat diambil manfaatnya). Namun, dalam beberapa kitab seperti Nihayatu az-Zain syarat yang diterapkan pada barang yang diperjual belikan lebih banyak. Dalam kitab tersebut syarat yang harus dipenuhi ada enam yang tiga diantaranya telah disebutkan dan tiga syarat yang lain berupa ar-ru'ya (barang tersebut ada ketika akad), al-ma'lum (diketahui barang, kadar, dan sifatnya), at-tasallum (dapat diserah terimakan).

Syarat yang berkaitan secara langsung pada rokok adalah syarat akan kemanfaatan barang yang diperjual belikan. Persepsi akan kemanfaatan rokok ini akan sangat berpengaruh pada jual beli itu sendiri sebab jika salah satu syarat tidak terpenuhi maka hukumnya akan batal/tidak sah. Menurut Imam al-Baijuriy dalam kitabnya yang berjudul Hasyiyah al-Baijuriy seperti yang telah dijelaskan padaparagraf sebelumnya, terdapat perbedaan pendapat mengenai kemanfaatan rokok. Pendapat yang paling kuat adalah yang mengatakan bahwa rokok itu dihukumi makruh atau dengan kata lain masih dapat diambil manfaatnya.

Kondisi yang menyertai kedua pihak yang berakad pun akan berpengaruh dan merubah hukum awal. Misal pihak pembeli tahu bahwa jika ia tidak merokok ia akan mendapat mudhorot, maka hukumnya menjadi sah. Dengan kata lain hukum rokok yang paling kuat adalah makruh sedangkan hukum jual beli rokok itu tergantung pada persepsi orang pada manfaat yang ada pada rokok dan kondisi yang menyertainya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun