Mohon tunggu...
Muhammad Luthfi Ramadhan Abdul Rachman
Muhammad Luthfi Ramadhan Abdul Rachman Mohon Tunggu... -

Dari Jakarta ke Bandung , menyemai bibit perjuangan untuk masa depan INDONESIA\r\n\r\nINSTITUT TEKNOLOGI TELKOM, Bandung\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mencuri dari Anak Kecil

8 Maret 2013   08:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:07 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ya mencuri dari anak kecil, agak aneh memang untuk mengemukakan alasan yang tepat mengapa kita harus mencuri dari anak kecil, untuk apa juga? anak kecil punya apa? paling juga hanya permen atau uang jajan yang diberikan orangtuanya, itu juga kisaran seribu sampai dua ribu rupiah, apa juga untungnya? ujuk-ujuk bisa mengambil uang senilai tak kurang dua ribu rupiah, yang ada anak kecil itu malah akan menangis atau yang paling 'mengenaskan' kita dilaporkan ke orangtuanya, lalu kita bisa dicap sebagai orang dewasa yang tak tahu diri karena berani-beraninya mencuri dari bocah lugu

Ya itu kalo kita mencuri permen,uang atau barang yang bocah cilik itu punya, tapi lain soal ketika yang kita curi adalah barang yang paling berharga ketimbang uang ribuan atau bahkan permen manis, apakah itu? itu adalah sesuatu yang seandainya seseorang dapat menemukannya dia akan sangat beruntung sekali.....
Sesuatu itu adalah hikmah, hikmah yang bisa kita dapatkan di mana saja dan kapan saja bahkan dari siapa saja, tapi di sini kita tidak hanya menemukannya tapi mencoba mencurinya, karena hikmah ini bergerak sangat cepat dan singkat dalam dimensi waktu, lalu apa hubungannya dengan anak kecil? jawabannya adalah, kita akan mencuri hikmah dari keluguan dan kepolosan manusia lugu bernama anak kecil ini, lalu bagaimana kita mendapatkannya?

Kita bisa mendapatkan hikmah ini dari interaksi kita dengan mereka, dengan mereka yang menjadi adik kandung, sepupu, keponakan atau bahkan bocah cilik yang bermain-main di taman bermain. Nah di sini ada kisah yang menurut penulis cukup unik dalam mencuri hikmah ini, yaitu kisah seorang anak kecil yang enggan menggunakan sendal jepit orang lain

Ceritanya bermula ketika penulis beranjak pergi dari masjid di bilangan kampus Institut Teknologi TELKOM, ketika hendak mengenaka sepatu terlihat banyak anak-anak bocah TPA(Taman Pembelajaran Al Qur'an) bermain-main sembari menuggu jam masuk mengaji mereka di masjid kampus, ada satu dialog menarik yang terjadi diantara dua orang bocah perempuan yang sedang bermain tersebut, yang dimana salah satu dari keduanya hendak keluar dari masjid, saat keluar dari masjid dengan tanpa fikir panjang ia mengenakan sendal yang ada di pelataran masjid , lantas tiba-tiba temannya berteriak,  " Eh kamu makai sendal orang tuh", kira-kira seperti itu satu kalimat yang reflek muncul dari teman sepermainannya, lantas apakah si bocah yang mengenakan sendal yang bukan miliknya itu diam saja? ooh tidak, yang mengejutkan penulis adalah dia langsung melepas sendal tersebut seraya berkata, " iiihhh sendal orang lain" sekaligus berlalu dengan telanjang kaki lantas pergi bermain ke taman di sekitaran masjid

Melihat kejadian tersebut penulis seakan-akan mendapat asupan 'mata kuliah' tambahan dengan SKS tak terhingga bernama 'mata kuliah' HIKMAH yang hanya diajarkan di UNIVERSITAS KEHIDUPAN antara lain, kita bisa menemukan hikmah itu di mana saja, kapan saja dan dari siapa saja dan yang kedua adalah polosnya anak kecil yang masih bertingkah laku 'orisinil' mengambarkan bahwa hakikatnya manusia diciptakan dalam keadaan baik pada mulanya, serta yang terakhir adalah memahami kejujuran anak kecil yang harusnya bagi manusia dewasa bisa mengerti dan mengaplikasikannya dalam hidup ini

Mungkin seperti itu yang penulis temui dalam satu potongan zaman bernama hidup beriring nada bernama petualangan dengan sejuta hikmah berserakan diantaranya, semoga kita yang sudah cukup memahami konteks hidup yang sementara ini mampu mengeruk hikmah dan menebarkannya, setulus anak kecil dan selugas manusia dewasa. ^_^

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun