Mohon tunggu...
Eep Khunaefi
Eep Khunaefi Mohon Tunggu... Pekerja Media & Penulis Beberapa Buku (Pengelola JaPeBu = Jasa Penulisan Buku) -

Penulis buku 17 Magical Ways, Optimis Haji Bisa Gratis, dsb. Web: www.eep-khunaefi.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Supir Bajaj Jadi Jutawan

6 Juni 2013   19:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:26 2573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1370542391659166873

[caption id="attachment_266010" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi/Admin (Kompas.com)"][/caption] Saya bertemu dengan lelaki muda ini ketika ia ingin melibatkan saya dalam suatu acaranya. Saya diminta untuk menjadi pembedah atas suatu buku yang saya tulis sendiri, yaitu "OPTIMIS HAJI BISA GRATIS" (di Gramedia tersedia). Saya pikir ia adalah lelaki setengah baya yang "mungkin" usianya jauh di atas saya. Ternyata, setelah bertemu, saya menyadari bahwa usianya hanya setahun lebih muda dari saya. Saya takjub dengan sosoknya. Bukan karena ia lulusan pesantren dari Al-Amin Madura. Bukan pula karena ia pernah menjadi santri cemerlang di sana. Tetapi, karena "proses" hidupnya. Suatu hal yang patut kita teladani. Sebelum ia sukses seperti sekarang, sesungguhnya ia pernah jadi "supir bajaj". Ia berani "menggadaikan harga dirinya" hanya untuk bisa bertahan hidup di kota. Ketika ditanya alasannya, ia hanya menjawab bahwa "saya tetap harus hidup." Ya, saat itu, hanya supir bajaj menjadi pilihan hidupnya. Tidak ada lagi. Kembali ke kampung halaman, Indramayu, jelas tidak mungkin. Sama saja ia mempermalukan dirinya di depan banyak orang. Sama saja ia mencari "kotoran kerbau" kemudian ditumpahkan ke mukanya. Karena itu, apapun harus ia lakukan demi bertahan hidup di kota. Apakah itu harus menjadi kuli bangunan, tukang becak atau kerjaan "rakyat bawah" yang lainnya? Kebetulan, saat itu ia menemukan "jalan hidup" itu ada di supir bajaj. Maka, jadilah ia supir bajaj. Sayang, pilihan hidupnya itu tak dilakoninya dalam rentang waktu yang lama. "Sebab, saya selalu salah jalan," kisahnya. Sebagai lelaki perantauan yang belum tahu banyak tentang perkotaan, tentu hal nekad baginya menjadi supir bajaj. Betul saja, ia pun sering kesasar saat membawa tumpangan. Merasa "tidak lihai" sebagai supir bajaj, ia pun memutuskan "undur diri" hanya dalam waktu kurang setengah tahun. Tetapi, pengalaman yang sebentar itu, telah memberikan "pelajaran berharga" kepadanya bahwa hidup di perkotaan itu ternyata tidak mudah. Banyak liku yang harus ia lalui agar bisa sukses. Banyak bukit yang harus ia daki agar bisa sampai di puncak. Pada akhirnya, ia berkesimpulan bahwa hidup itu tidak boleh menyerah. Akhirnya, ia pun mencoba untuk mencari "lahan yang lain". Yaitu, menjadi marketing sebuah travel haji dan umrah. Bisa dikatakan, usahanya ini lancar dan sukses. Terbukti, travel yang menjadi tempatnya bekerja tumbuh cukup pesat. Ia sendiri bisa membeli motor dengah cash (kontan) akibat kerja kerasnya. Dari sini ia mulai "naik kelas". Tapi, entahlah, karena kesalahpahaman akhirnya ia memutuskan untuk keluar dari perusahaan itu dan memilih untuk "menjadi diri sendiri" alias bekerja sendiri. Berbekal ilmu marketing yang ia peroleh dari pekerjaan sebelumnya, ia pun mencoba untuk membuka usaha travel haji dan umrah sendiri. Di bawah payung PT. Damtour, ia pun mencoba untuk menarik pelanggan agar mau pergi umrah lewat travelnya. Awalnya tidak mudah, tetapi perlahan-lahan, usahanya mulai menemukan hasil. Banyak orang yang ingin pergi umrah lewat travelnya. Kini, usia PT. Damtour baru dua tahun. Tetapi, ia telah memiliki 18 perwakilan di seluruh Indonesia. Pelanggannya variatif mulai dari selebritis hingga pejabat. Artis semacam Uut Permatasari dan Mandala Shoji pernah naik umrah lewat travel ini. Setiap bulan, rata-rata 100 jamaah umrah yang ia berangkatkan ke tanah suci. Kini, ia telah menjadi "jutawan". Satu gelar yang mungkin tak pernah terbayangkan sama sekali sebelumnya. Dulu naik motor, kini sudah naik kendaraan roda empat. Punya 9 karyawan dan mampu menghidupkan banyak orang yang bekerja sebagai "free marketing". Dengan kata lain, Hambali Abbas (nama lelaki itu), telah menikmati hasil kerja kerasnya. Tidak ada yang tidak mungkin bagi siapapun untuk bisa sukses hidup di perkotaan. Tidak dia, Anda ataupun yang lainnya. Yang jelas, kuncinya, tidak boleh patah semangat dan selalu optimis. Begitu kira-kira yang bisa saya petik dari kisah hidupnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun