Beberapa bulan ke belakang, tepatnya pada awal Juli 2023, terdapat penemuan klinik aborsi illegal di Jakarta Pusat. Klinik tersebut baru beroperasi 1,5 bulan, tetapi telah berhasil menghabisi 50 janin yang tidak bersalah. Belum lagi malpraktek yang dilakukan oleh salah satu dokter gigi di Bali yang ternyata telah melakukan aborsi terhadap 1.388 perempuan. Dua kasus tersebut telah cukup membuat resah masyarakat dengan fakta bahwa praktik aborsi ilegal masih terus berlangsung dan memiliki peminat yang tidak sedikit. Lantas sebenarnya mengapa klinik aborsi ilegal masih ramai didatangi?Â
Sebelum berbicara dari sudut pandang perilaku masyarakat, penting untuk kita lebih mengenal pengertian serta peraturan mengenai aborsi di Indonesia. Aborsi sendiri dapat diartikan sebagai seluruh kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri masa kehamilan secara sengaja sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Aborsi memang merupakan tindakan medis, tetapi hanya dilakukan jika terdapat kondisi yang mendesak seperti pada janin yang menderita cacat genetik berat atau pada kehamilan yang mengancam nyawa ibu karena penyakit bawaan. Selain alasan medis yang telah disebutkan, tindakan aborsi ternyata juga dapat dilakukan bagi korban pemerkosaan yang terdampak secara psikologis. Hal tersebut dibenarkan dan tertulis pada Pasal 75 Ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan. Namun, pengaplikasian dari pasal tersebut masih belum sempurna dan terkadang kontroversial.Â
Terdapat satu kasus di Jombang pada tahun 2021, dimana seorang anak perempuan berusia 12 tahun dihamili oleh seorang pria berusia 56 tahun. Anak tersebut telah memenuhi persyaratan untuk melakukan aborsi, baik dari ketidaksiapan fisik serta psikis yang terdampak akibat peristiwa tersebut. Namun, permintaan aborsi ditolak oleh fasilitas kesehatan dengan alasan "belum berpengalaman" dalam menangani aborsi. Anak tersebut pun terpaksa melahirkan dan kehilangan masa muda yang seharusnya ia nikmati. Terdapat pula kasus lain dimana anak berusia 10 tahun dengan kondisi disabilitas intelektual dihamili oleh tetangganya. Pengajuan aborsi pun dilakukan dan lagi-lagi ditolak sehingga anak tersebut harus melahirkan bayinya.Â
Dari kasus-kasus tersebut, dapat diketahui bahwa penerapan hukum mengenai aborsi masih sangat sulit untuk dilakukan menimbang terdapat dilema yang dihadapi oleh tenaga kesehatan itu sendiri. Belum adanya penujukkan secara jelas terkait fasilitas kesehatan mana yang dapat dituju jika ingin melakukan tindakan aborsi bagi korban pemerkosaan juga membuat pelaksanaannya tidak efektif. Tenaga kesehatan pun masih memiliki ketakutan untuk melaksanakan tindakan aborsi karena dilabeli stigma ilegal walau telah terdapat hukum yang mengaturnya.Â
Permasalahan aborsi dengan stigma negatif yang selalu menyelimutinya memang menjadi sebuah penghambat untuk ditangani secara menyeluruh. Meninjau dari sisi kesehatan masyarakat, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah maraknya kasus aborsi kedepannya. Beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu:Â
Menggencarkan kegiatan edukasi untuk mengurangi kasus kehamilan diluar nikah
Tidak dapat dipungkiri, maraknya kasus aborsi terjadi karena kehamilan diluar nikah. Kondisi ini dinilai sangat tabu dan memalukan dari perspektif masyarakat Indonesia. Tidak heran jika pasangan yang mengalami hal ini lebih memilih untuk mencari solusi alternatif seperti pergi ke klinik aborsi ilegal untuk lari dari masalah. Maka dari itu, ditinjau dari perspektif kesehatan masyarakat, langkah yang dapat dilakukan adalah mencoba memberikan intervensi preventif agar kehamilan diluar nikah belum sempat terjadi. Hal ini tentunya diwujudkan melalui edukasi yang terarah.Â
Sampai tahun 2021, terdapat 50.971 kasus permohonan perkawinan dikarenakan kasus hamil diluar nikah. Hal ini sudah cukup memberi tamparan bagi masyarakat bahwa edukasi mengenai seks belum dapat terlaksana dengan optimal. Walau memang terdapat berbagai macam faktor yang memengaruhinya seperti mudahnya akses terhadap pornografi, tabunya pembahasan mengenai seks, tempat 'penginapan' yang 'bebas hukum', hingga perilaku sosial media yang semakin bebas (keberadaan fwb/alter pada aplikasi 'X'). Namun, pada akhirnya, pemberian edukasi yang tepat dan menyeluruh terlebih pada remaja dapat menjadi upaya preventif paling efektif untuk mengatasi permasalahan ini. Diharapkan kedepannya, upaya Kemendikbud yang telah memasukkan edukasi seks dalam kurikulum dapat benar-benar terlaksana dengan optimal sehingga remaja mampu menghindari seks bebas bukan karena perasaan tabu, melainkan karena mereka sadar bahwa tindakan tersebut sangat berisiko.Â
Memberikan tatalaksana aborsi bagi kasus pemerkosaan dengan lebih komprehensif
Walau telah tertera dalam regulasi, aborsi pada kasus pemerkosaan masih menjadi dilema tersendiri bagi tenaga kesehatan. Pada akhirnya, dibutuhkan penjelasan yang lebih komprehensif dari pembuat kebijakan yang menunjuk secara jelas fasilitas kesehatan mana yang berhak dan mumpuni untuk melakukan tindakan tersebut. Pemerintah juga harus memberikan payung hukum bagi tenaga kesehatan agar merasa aman dalam menjalankan tindakan aborsi.Â
Masyarakat pun perlu diberikan edukasi kembali mengenai hukum aborsi berkaitan dengan kasus pemerkosaan karena masyarakat masih banyak yang memilih untuk menghakimi perempuan yang hamil diluar nikah tanpa memperdulikan alasannya. Beberapa bukti yang sering terdengar dimasyarakat adalah kata-kata "Kalo dihamilin, harus dinikahkan agar laki-laki dapat bertanggung jawab," atau "Haram hukumnya untuk aborsi, anak kan rezeki. Mungkin memang takdirnya."Â