(Catatan Perjalanan : 1  ---> Menjadi seorang musafir tentu bukan cita-cita yang pernah aku angan-angan sejak kecil. Karena sejak kecil aku hidup dan tumbuh sebagai seorang anak yang biasa-biasa saja, mendapatkan bimbingan dan pelajaran agama yang jug biasa-biasa saja dan juga lahir dari orang tua yang biasa-biasa saja pula. Sejak kecil aku mulai diperkenalkan dengan Allah SWT sebagai Tuhan maha pencipta alam semesta. Dan sejak kecil itu pula saya hanya menurut saya ketika kedua orang tua ku langsung menuliskan agama ku Islam dalam kartu keluarga, tanpa aku sendiri mengerti apa itu agama Islam dan bagaimana ajarannya. Masa kecilku juga sama dengan anak-anak kecil sebaya dikampung halamanku yang kebetulan bukan kampung santri, melainkan lebih condong ke kampung kaum abangan. Disaat bulan Ramadhan, semua masjid dan mushala penuh sesak, namun setelah bulan ramadhan berlalu,  masjid dan mushala setiap hari  maksimal hanya terisi satu shaft saja, itupun satu shaf nya hanya berisi 2-5 orang saja, terutama diwaktu-waktu shalat jamaah Dhuhur, Ashar dan Isya. Waktu terus berjalan, hingga saya kemudian menginjak dewasa. Ada satu pertanyaan besar yang selalu mengganggu pikiran saya, yaitu benarkah Tuhan (Allah SWT) itu benar-benar Maha Pengasih dan Maha Penyayang?. Kenapa jika Allah SWT itu Maha Pengasih dan Maha Penyayang, membiarkan orang tua saya (bapak dan ibu) hidup menderita dari kecil hingga mereka berusia lanjut usia?. Mengapa Nenek saya, yang saya tahu dari saya kecil hidupnya selalu di warnai dengan ibadah shalat 5 waktu dan juga melakukan shalat malam, namun hidupnya menderita dari masa kecil, remaja, masa tua hingga kemudian meninggal dunia dengan kondisi sedang menderita. Sementara saya melihat kenyataan, banyak orang yang tidak pernah melakukan shalat dan bahkan mengisi hidupnya nya dengan segala jenis kemaksiatan namun hidupnya enjoy saja. Ada seorang yang dari kecil hingga tua dan bahkan hingga meninggal dunia hidup dalam kemiskinan total, namun ada orang yang begitu lahir langsung menikmati kekayaan dan bahkan sampai tua dan meninggal dunia tetap kaya. Artinya saya menyimpulkan dalam hidup ini ada orang yang "Miskin Permanen" dan ada juga yang "Kaya Permanen". Kalau memang ini ketentuan Allah SWT apakah ini adil?. Saya berpikir benarkah hidup, mati, rezeki dan jodoh itu adalah takdir Allah SWT?. Sebenarnya saya  sangat yakin jika seseorang ditakdirkan  meninggal dalam usia tertentu,  Juga takdir soal Si A  adalah jodohnya si B, dan juga soal rezeki bahwa Itu sudah ketentuan Allah. Namun saya berpikir bahwa Allah sebenarnya hanya menentukan atau mentakdirkan intinya saja. Soal umur misalnya Allah SWT mentakdirkan di A akan mencapai umur 79 tahun, sementara si B akan berumur 30 tahun sedangkan si C akan berumur 2 tahun. Itu saya yakini sudah ketentuan dan takdir dari Allah SWT. namun yang saya pertanyakan adalah cara orang itu mati. Apakah itu juga sudah merupakan takdir dari Allah SWT?. Misalnya ada seorang ustadz muda yang sejak kecil rajin mengaji, namun entah mengapa tiba-tiba diberitakan meninggal dunia dikamar prostitusi disamping seorang Pekerja Seks Komersial yang menemaninya. Ada juga berita seorang yang selama hidupnya selalu berbuat baik tiba-tiba meninggal dunia karena kecelakaan tragis, tubuhnya hancur tergilas truk. Atau berita tentang adanya seorang yang kaya raya dan dermawan yang meninggal dunia karena dibunuh oleh perampok. Itu adalah pertanyaan besar dalam hidup saya. Apakah cara orang itu meninggal juga sudah menjadi takdir dari Allah SWT. Lha kalau cara orang itu meninggal dunia merupakan takdir juga yang sudah ditentukan oleh Allah SWT, berarti Allah SWT tidak adil???.  Begitu juga dengan jodoh, ada banyak orang yang dengan mudahnya mencari pasangan hidup, punya banyak istri  atau suami dan ketika kehilangan seorang istri atau suami nya (karena sebab apapun) dengan mudahnya dia bisa mencapatkan istri atau suami baru. Namun di sisi yang lain, banyak pula orang yang ingin memiliki istri  atau suami tidak pernah mendapatkannya hingga ajal menjemputnya. Apakah ini adil ?, karena dia juga tidak diam, dia terus berusaha mencari namun kenapa jodohnya tidak juga ditemukan hingga dia meninggal dunia dalam usia lanjut, sementara disisi yang lain orang yang tidak mencari-cari seolah-olah jodoh selalu datang menghampirinya tanpa dia harus susah payah. Pertanyaan demi pertanyaan itu yang selama ini berada dalam benak, hati dan pikiranku. Kehidupanku yang selalu susah dari kecil hingga dewasa, perjalanan hidup yang selalu mengalami kegagalan ini akhirnya mendorongku untuk melakukan sebuah perjalanan panjang. Melakukan  Ekspedisi Mencari Tuhan. Setidaknya mencari Tuhan yang "hilang" dalam diriku. Aku bukan tidak pernah beribadah sama sekali, seperti umat Islam lainnya, aku juga shalat 5 waktu, kadang kala juga melakukan shalat-shalat sunat dan puasa-puasa wajib juga aku jalanani. Namun aku merasakan itu hanya sebagai suatu ritual fisik semata. Aku menjalankan shalat namun hati dan pikiranku kadang kala masih belum ikut melakukan Shalat,  aku merasakan tidak ada komunikasi batin antara aku dengan Allah SWT. Shalat ku hanya seperti orang sedang melakukan olah fisik saja. Melalukan gerakan-gerakan sesuai dengan tuntunan agama Islam namun hati dan pikiran merasa belum bisa konek dengan Allah SWT. Begitu juga dengan doa-doa yang aku panjatkan sepertinya "hampa" hanya semacam ucapan-ucapan yang begitu keluar dari mulut langsung hilang terbawa angin. Itulah yang membuatku merasa "galau". Aku merasa harus melalukan sesuatu yang ekstrim untuk merubah semua itu. Aku ingin bisa mendekatkan diri kepada Allah SWT agar aku bisa melihat kebesaran dan kekuasaan Allah SWT yang ditunjukan langsung kepadaku. Dan....., menjadi musafir dengan melakukan ritual itikaf dari masjid ke masjid, mengunjungi tempat-tempat yang banyak dipercaya istijab untuk berdoa aku datangi. Dengan harapan akan ada hidayah dari Allah SWT untuk menjawab semua keraguanku. aku berharap Allah SWT menuntun langkahku untuk bertemu dengan seorang Guru yang bisa membimbing hidupku dan semoga Allah SWT juga mempertemukan aku dengan orang yang bisa mengangkat harkat dan martabatku dengan memberikan peluang usaha atau peluang kerja yang bisa membuat istri, orang tua dan keluargaku bahagia lahir dan batin. Ini adalah artikel pertama yang aku tulis, dan selanjutnya aku akan selalu menulis catatan perjalanan ku sebagai seorang musafir. Aku tulis dengan gaya bahasa apa adanya. Aku tulis disela-sela perjalanan batin ku. Aku posting jika menemukan warnet di perjalananku, aku berharap para pembaca bisa memberikan masukan dan saran-saran kepadaku, atau sekedar sharring atas ikhiar batin yang sedang aku jalankan ini.... Dari "Kramat Benda" Hingga Pesantren Suryalaya Beberapa hari sebelum perjalanan ini aku lakukan, aku lakukan pencarian informasi lewat google. Yang pertama kali aku cari adalah nama-nama tempat ziarah dan nama-nama Kiai yang sering didatangi para tamu. Akhirnya aku putuskan memulai perjalanan ini dari lokasi Makam Kramat Benda di daerah Jatiasih, Bekasi. Sore itu sekitar pukul 4 sore aku dengan sampai di lokasi yang di google tidak begitu jelas alamatnya itu. Akhirnya aku menemukan sebuah area makam keluarga yang sebetulnya berada dilingkungan perumahan. Kiri kanannya adalah perumahan padat penduduk. Namun anehnya makam itu seperti terpisah, karena, makam itu berada di tanah yang lebih tinggi dan dipagari tumbuhan yang mengelilingi makam tersebut. Dan ciri khas yang lain adalah adanya pohon besar yang tumbuh ditengah-tengah makam tersebut. Tidak banyak cerita dan kisah yang aku dapatkan dari lokasi ini. Pak Asep, seorang penjaga sekolah SD yang tinggal di sekolah yang berdempetan dengan lokasi makam pun tidak bisa menjelaskan di Kramat Benda itu bersemayam jazad siapa?. Namun karena rasa penasaran sayapun masuk kearea makam itu. Hanya kesunyian yang saya dapatkan. dan saya hanya melihat ada seorang lelaki tanpa baju dengan mengenakan celana panjang tidur di bawah pohon dekat makam yang dikelilingi pagar besi itu. Akupun berkeliling mengelilingi makam dan pohon tua itu hingga kemudian aku mencium aroma bau yang menyengat hidungku. Aku merasa tidak enak dan kemudian akupun memutuskan untuk meninggalkan area makam karena sudah mendekati waktu shalat magrib dan area makam pun sudah mulai gelap. Aku keluar area makam dan langsung masuk ke area perumahan Pondok Gede Permai, karena memang makam itu ada di tengah-tengah komplek perumahan hanya saja berada disebuah ketinggian (seperti bukit kecil) yang dikelilingi tumbuhan sebagai pagar pembatas. Aku menyusuri jalan perumahan sambil dalam hari bertanya-tanya siapakan yang di makamkan di makam itu?. Karena tidak ada yang bisa menjawab pertanyaan ku maka aku putuskan langsung menuju masjid untuk shalat magrib. Sepanjang perjalanan menuju masjid aku merasakan bau menyengat yang tadi aku cium di dalam area makam sepertinya tetap tercium dan terasa dekat dengan tubuhku. Aku coba cium kulitku sendiri. Dan sepertinya tidak terlalu bau. Jadi bau ini berasal dari mana?. Aku tidak mau berpikir yang aneh-aneh. aku langsung putuskan bahwa bau yang mengikuti langkahku ini bukan bau apa-apa, mungkin hanya bau got atau sampah warga saja. Akhirnya tak lama kemudian aku sampai di masjid yang letaknya berada dibawah area makam tersebut. Bau menyengat itu masih tetap ada dan baru hilang ketika aku habis selesai ber wudhu. Akhirnya akupun shalat magrib berjamaah dan melakukan itikaf pertama di masjid tersebut. Pagi harinya, aku memutuskan untuk pergi ke Pesantren Suryalaya. Sebetulnya sudah cukup lama aku ingin sekali berkunjung ke pesantren suryalaya di Tasilmalaya bersilaturahmi dengan Abah Anom.  Setelah menempuh perjalanan sekitar 6 jam dari Bekasi dengan menggunakan bus akhirnya sampai juga saya ke Pesantren Suryalaya. Lokasi pesantren adalah sekitar 20 km dari pertigaan Pamoyanan. Setelah keluar Tol Cileunyi kita sampai ke Nagrek trus lurus kita sampai Garut dan kemudian masuk ke daerah Tasikmalaya ada pertigaan Pamoyanan. Dari pertigaan Pamoyanan ini kita bisa naik angkutan umum ke Pesantren Suryalaya dengan ongkos 5 ribu perak atau naik ojeg dengan ongkos 25 ribu. Hanya saja sayangnya aku sudah tidak bis a bertemu langsung dengan Abah Anom karena beliau sudah meninggal dunia, akhirnya saya hanya bisa melakukan Itikaf di masjid dan ziarah ke makam Suryalaya. Masjid Jami Nurul Abror (Doc: Pribadi)