(Catatan Perjalanan 2): Menyambung catatan perjalanan sebelumnya yang berjudul "Dari Kramat Benda hingga Pesantren Suryalaya", akhirnya sepulang dari Suryalaya aku sempatkan pulang dulu ke Jakarta untuk menemui istriku. Betapa kangennya aku dengan istriku, sepanjang perjalanan aku terus menitikan air mata membayangkan wajah istriku. Yah, ternyata baru sekarang aku menyadari bahwa istriku ternyata adalah seorang istri yang baik, yang mau berkorban deni suami, bukan seperti bayanganku sebelumnya istriku yang galak, gampang marah dan sulit mengendalikan emosi. Ternyata kepergianku sebagai musafir selama beberapa hari juga menyadarkan istriku tentang bagaimana sebaiknya bersikap sebagai istri yang baik kepada suaminya. Selama perjalanan aku mendapatkan sms dari istri yang isinya adalah penyesalan dan permohonan maaf atas semua sikapnya selama ini kepadaku. dan jujur akupun juga merasa banyak salah dan banyak dosa terhadap istriku. Selama hampir 11 tahun menikah aku belum bisa memberikan kebahagiaan kepadanya.  Ternyata  keputusanku menjadi musafir ini membawa hikmah bagi kehidupan kami berdua, yaitu kami  ketika terpisah menjadi saling ber intrpospeksi diri dan saling menyadari kekurangan dan kesalahan masing-masing. Disaat aku tidur di masjid atau di makam-makam kramat aku selalu merasa kangen dengan istriku, begitu juga dengan isriku dia selalu sms menyatakan kangen. Padahal sebelumnya ketika kami bersama hampir setiap hari kami berselisih paham. Penyebab utamanya tidak lain adalah persoalan ekonomi keluarga. Penyebab lain mungkin karena kejenuhan kami karena hidup kami terasa sangat sepi dan monoton dengan tidak adanya anak dalam kehidupan kami. Yah, hampir 11 tahun kami menjalani bahtera rumah tangga namun Allah SWT belum juga memberikan keturunan kepada kami. Padahal kami ingin sekali memiliki anak untuk meneruskan garis keturunan kami. Setelah seharian di rumah, akupun mulai memutuskan untuk kembali melakukan perjalanan ke Banten, tujuan utama ku adalah bersilaturahmi kepada ulama di Banten, kebetulan aku  bergabung dengan sebuah perguruan beladiri yang guru besarnya tinggal di Serang Banten. Disamping itu aku ingin ber-ziarah ke Makam Sultan Banten dan makam sesepuh-sesepuh Banten. Itu adalah keinginanku, tapi kemampuanku?. Aku cek uang di dompetku tinggal 50 ribu. Aku nanya ke teman "berapa ongkos naik bus dari Jakarta ke Banten ?".  "cuman 20 ribu" kata temanku.  "Kalau punya uang 50 ribu cukup untuk pulang pergi", imbuhnya lagi. Akhirnya akupun putuskan berangkat dengan berbekal uang 50 ribu. Akupun bertekat nanti kalau mau ziarah ke Makam Sultan Banten aku akan jalan kaki saja, soal makan aku serahkan kepada Allah SWT. "Aku ingin buktikan apakah Allah SWT akan menolongku agar aku bisa makan selama diperjalanan itu ?". Akhirnya akupun berangkat ke Banten dengan naik bus jurusan Jakarta-Serang. Ternyata informasi ongkos yang diberikan temanku tidak tepat. Ketika kondektur datang aku bertanya "Serang Timur berapa bang ?".  "26  ribu" katanya singkat. Ya ampun berarti kalau 26 ribu dikalikan dua kan 52 ribu PP.  belum untuk makan dan angkot dalam kota. Padahal uangku hanya pas 50 ribu saja. Ya udahlan yang penting sampai Serang aja dulu, urusan pulang dan makan soal nanti aja. Akhirnya setelah perjalanan sekitar 3 jam aku sampai di  Gerbang Tol Serang Timur dan aku berhenti di pangkalan ojek karena rencana ada teman yang mau menjemput disana. Ternyata tempat aku turun menunggu teman bukanlah tempat yang nyaman. Hanya ditepi jalan, panas dan tidak ada tempat duduk. hampir 3 jam aku berdiri menunggu temanku menjemput. Setiap sms temanku bilang maaf  tunggu sebentar ya. Akhirnya setelah hampir 3 jam menunggu aku putuskan untuk mencari masjid terdekat karena waktu shalat ashar sudah hampir tiba. Ternyata hanya beberapa menit aku sudah menemukan sebuah masjid besar yang terletak di seberang Mall of  Serang. Alhamdulillah walaupun shalat ashar masih 1/2 jam lagi aku buru-buru ambil air wudhu dan melakukan shalat sunat dan kemudian ikut shalat ashar berjamaah. Usai shalat ternyata temanku belum juga datang akhirnya aku putuskan duduk di serambi masjid sambil merenung. Ditempat yang sejuk itu tiba-tiba muncul pertanyaan dalam benakku "Benarkah kamu serius untuk mendonorkan ginjalmu ?". "Benarkah kamu hanya mau mendonorkan saja ginjalmu, bukan menjual ginjalmu supaya kamu dapat uang untuk bisa membahagiakan keluargamu ?". Dua pertanyaan itu tiba-tiba muncul dan butuh jawabanku. Yah, memang mendonorkan ginjal itu sudah aku rencanakan dan sudah aku inginkan sejak beberapa waktu lalu, namun aku tidak memiliki keberanian untuk menawarkan kepada orang-orang. Waktu itu aku takut dengan "apa kata orang nanti ", organ tubuh kok  dikasihkan ke orang. Namun beberapa bulan ini aku mencari literatur soal ginjal yang ternyata aku yakin bahwa seseorang bisa hidup hanya dengan satu ginjal, walaupun reziko kematiannya lebih dekat dibandingkan dengan orang yang hidup dengan dua ginjal. Namun, aku punya keyakinan bahwa hidup mati itu kan sudah takdir Allah SWT. Jadi biarpun hidup dengan satu ginjal kalau Allah SWT menghendaki aku berumur panjang ya tentu akan terwujud.  Ada beberapa alasan kenapa aku ingin mendonorkan salah satu ginjalku kepada orang yang betul-betul membutuhkanya:
- Aku ingin menjadi orang yang berguna dan bermanfaat bagi orang lain. Perjalanan hidup selama hampir 40 tahun tentu membuat aku memiliki tabungan kesalahan dan tabungan dosa. Aku ingin di separuh umurku itu aku bisa memberikan sesuatu yang sangat bermanfaat bagi orang lain yang betul-betul membutuhkan pertolongan. Dan pertolongan itu adalah kebutuhan satu ginjal untuk menyelamatkan hidupnya. Aku ingin orang yang menerima donor ginjalku itu adalah orang yang shaleh, yang hidupnya diwarnai dengan ibadah kepada Allah SWT. Â Sehingga ketika orang itu memiliki kesempatan hidup lebih panjang karena ginjal yang aku donorkan, maka dia selama hidupnya akan terus berbuah kebaikan dan kebajikan kepada sesama. Dan akupun akan merasa bahagia dan lega, karena bisa menjadi jalan bagi orang lain untuk tetap bertahan hidup dan mewarnai kehidupannya dengan semua amal shaleh.
- Aku ingin mendapatkan pahala dan ampunan dari Allah SWT. Mungkin dosa-dosa ku selama hidup di dunia ini sudah sangat banyak. Dan mungkin juga sudah setinggi gunung salju di Himalaya dan bahkan mungkin lebih banyak daripada itu. Aku hanya bisa berserah diri kepada Allah SWT. Mungkin saat ini Allah SWT sedang menghukumku, dengan menutup semua pintu rezeki ku. Aku berharap niat mendonorkan ginjalku ini bisa dicatat Allah SWT sebagai sebuah niat baik dan syukur dinilai Allah SWT sebagai sebuah perbuatan yang layak mendapatkan pahala dan syukur-syukur berbuah ampunan atas semua dosa yang sudah aku lakukan dimasa yang lalu.
- Aku ingin dipertemukan dengan orang yang bisa mengangkat harkat dan martabatku.Insya Allah, niat ku mendonorkan ginjal adalah tanpa pamrih. Namun sebagai manusia biasa, aku tentu memiliki harapan-harapan untuk kehidupanku di masa yang akan datang, apalagi aku nanti harus hidup dengan satu ginjal. Aku sangat berharap jika Allah SWT berkehendak, orang yang menerima donor ginjalku atau keluarga nya adalah orang yang bisa memberikan aku pekerjaan yang layak. Jujur, aku tidak akan egois lagi dengan obsesiku sebagai pengusaha sukses. Beberapa kali aku sudah mencoba nekat untuk merintis karir sebagai seorang pengusaha namun selalu kandas ditengah jalan. Â Hingga kemudian istriku memohon kepadaku untuk tidak usah lagi mengejar obsesi duniawi menjadi kaya sebagai pengusaha. Ada kata-kata yang membuat aku terharu karena diucapkan dengan sangat tulus oleh istriku "Aku tidak butuh kekayaan dan kemewahan dari suamiku, tapi aku butuh kehidupan yang tenang, nyaman dan penuh kedamaian. Buat apa hidup dalam kemewahan tapi hidup kita tidak tenang dan tidak nyaman. Papah kerja aja ya, nggak usah bisnis dulu. Nanti kalau ekonomi sudah mapan boleh kalau mau bisnis-bisnis sambilan, tapi penghasilan pokok adalah dari kerja !". Ya Allah, aku baru tersadar bahwa selama ini aku terlalu egois mengejar ambisiku untuk menjadi pengusaha sukses. Kesulitan dan kesusahan yang aku alami selama ini aku acuhkan dengan alibi itu bagian dari proses menuju sukses. Namun ternyata egoisme itu tanpa aku sadari telah membuat istriku mendirita. Â Yah, aku sekarang tidak akan lagi mengejar obsesi menjadi orang yang kaya raya. Aku akan mencari kerja yang mapan. Dan semoga melalui donor ginjal ini aku bisa menemukan orang yang bisa memberikan aku pekerjaan yang layak dengan berbagai pengalaman dan keahlian yang aku miliki.
(Gambar Illustrasi. Sumber: Â strokeobat.web.id)
Itulah mengapa aku ingin mendonorkan ginjalku kepada orang yang betul-betul membutuhkan dan memenuhi persyaratan. Aku tidak akan mempersyaratkan satu ginjal itu harus diganti dengan uang sekian puluh atau sekian ratus juta. Tapi  syarat utamanya adalah penerima ginjal itu adalah orang yang shaleh, ahli ibadah dan ahli sodaqoh. Ya, setidaknya jika Allah SWT menghendaki umurku lebih pendek daripada umur orang yang menerima ginjalku. Insya Allah orang tersebut akan terus mendoakanku dan mengisi hidupnya dengan kebaikan dan amal shaleh yang Insya Allah juga akan memberikan manfaat kepadaku. Perenungan di serambi masjid seberang Mall Of  Serang itu akhirnya terputus ketika aku merasa pundakku di pegang oleh seseorang yang cukup aku kenal. "Maaf ya sudah menunggu lama" katanya, spontan aku melihat jam tangan sudah pukul 5 sore. Artinya aku seudah menunggu dia sejak pukul 2 siang dan dia baru datang pukul 5 sore. Ya, tapi tidak apa-apa justru aku ada kesempatan untuk merenung dan memantapkan hati untuk menguatkan keinginan dan niat untuk mendonorkan ginjalku. Akhirnya akupun di bonceng ditemanku untuk menuju ke rumah guru besar perguruan bela diri yang sudah sekitar 10 tahun aku ikuti. Ini baru pertama kalinya aku akan bertemu langsung dengan beliau. Dulu memang pernah bertemu dalam semuah acara besar, namun aku hanya bisa memandang dari kejauhan sosok  guru besar  dan ulama di Banten ini.  Karena sudah menjelang magrib maka aku belum bisa ditemui dan santri yang mengurus tempat itu mengatakan silakan ditunggu aja Mas...... maaf Abah  dari tadi sedang menerima tamu dari Papua. "Siapa tamunya"  tanya saya iseng. "Itu bupati dan beberapa pejabat dari Papua" kata santri itu menjelaskan......... [bersambung]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H