Mohon tunggu...
Kamaruddin S. S.
Kamaruddin S. S. Mohon Tunggu... Guru - Senang aja nulis

penulis

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Cara Sederhana Mendampingi Anak Meraih Cita-cita

25 Agustus 2016   09:58 Diperbarui: 25 Agustus 2016   10:10 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peran orang tua terhadap penentuan jalan seorang anak untuk meniti dan menapaki lorong-lorong cita-citanya sangat diperlukan. Anak belum cukup matang untuk memikirkan konsekwensi perjalanan pendidikan dan kariernya di masa akan datang, jadi perlu tuntunan orang tua. 

Buah hati  keluarga merupakan harapan besar bagi sebuah rumah tangga, olehnya itu sedini mungkin sebagai orang tua tidak boleh melepaskan anaknya dalam hal memutuskan sendiri apa yang diinginkannya, mesti ada sharing atau setidaknya ada komunikasi terhadap anak terutama dalam pendidikan, karir dll. Usia anak sejak TK, SD, SMP mungkin belum terlalu penting untuk dipikirkan namun ketika memasuki satuan pendidikan SMA/MA sederajat sudah perlu keterlibatan orang tua demi kelancaran jalan kesusksean seorang anak. Usia anak kala itu masih sangat labil dalam arti sangat mudah terpengaruh dan belum bisa memperhitungkan konsekwensi dan resiko terhadap pilihan yang telah diputuskannya.

Seorang anak bercita-cita ingin jadi polisi, tentara atau pns misalnya, mungkin saja terpengaruh dengan kenalan atau temannya yang sudah duluan jadi pns, polisi atau tentara, tanpa bisa memikirkan tindak lanjutnya seperti kemampuan orang tua jika memilih sesuatu. Memang ada baiknya jika orang tua memberikan kebebasan terhadap untuk memilih sesuai bakat, minat mereka, namun itu tadi anak-anak usia 12-17 itu adalah usia yang labil, sangat rentan terpengaruh dan ikut-ikutan, makanya butuh bimbingan kedua orang tuanya. Jadi, apa yang sebaiknya dilakukan oleh orang tua ketika sang anak akan memilih sesuatu untuk meraih cita-citanya?

Ada anak yang meniti jalan pendidikannya hingga sukses mendapatkan pekerjaan yang mengalir begitu saja tanpa hambatan yang berarti. Ada juga yang oleh orang tuanya setengah mati mengarahkan anaknya tetapi mungkin pada akhirnya gagal juga , baik itu pendidikan, karir, pekerjaan dan usaha mandiri. Terlepas dari persoalan takdir yang berdasarkan kehendak sang pencipta, orang tua perlu berupaya keras mendampingi anak untuk menggapai harapan masa depannya. Anak itu pada umumnya dekat dengan orang tua dan tak terlepas dari pantauan orang tua kecuali sejak dini tidak tinggal bersama orang tuanya dengan berbagai sebab. 

Orang tua sebagai orang terdekat anak telah memiliki pengetahuan sifat, sikap, kompetensi anak, hobi, minat, dan bakat anak tentu sedikit banyaknya sudah terbaca oleh orang tua yang peduli terhadap anakanya.Hal ini menjadi modal utama seorang orang tua untuk mendekati dan mengarahkan anaknya untuk menuntun agar tidak melewati jalan terjal penuh rintangan di kemudian hari dalam meraih keinginan anak. Modal tersebut oleh orang tua dipakai untuk memberi motivasi, arahan kepada anak , supaya anak terbantu untuk menjalankan apa yang diinginkannya. Secara umum setiap orang baik manusia dewasa ank-anak, remaja pasti melalui proses pengambilan keputusan, cuma seseorang terkadang lupa dengan segala perhatian terhadap konsekwensi dan resiko yang bakal terjadi setelah mengambil keputusan. Inilah proses sederhana untuk mengambil kepeutusan termasuk membimbing seorang anak dalam menentukan sikapnya terhadap apa yang akan dilkukannya.

Sederhananya pengambilan keputusan itu dalah pertama kita harus menetukan pilihan, kemudian memikirkan konsekwensi atau tindak lnjut dari pilihan yang kita pilih, lalu akan ada resiko bakal terjadi ada resiko yang ringan ada juga yang sedang, serta berat. Misalnya: seorang anak memilih untuk kuliah, kuliahnya di perguruan tinggi swasta, tentu perguruan tingginya banya pilihan ada UMI, Unismuh, Uni osowa, UIM dll. Memilih UMI misalnya tentu konsekwensinya harus mengukur kemampuan biaya dan kemampuan orang tua karena UMI mahal pembayarannya dibanding unismuh. elum lagi pilihan fakultas, jurusan semua itu ada konsekwensinya. 

Apa akibat (resiko) jika misalnya salah pilih tentu memperlambat kesuksesan. Kedewasaan orang dalam bertindak diukur dari cara mereka mengambil keputusan. Seorang anak belum mampu mengambil keputusan yang tepat hanya karena belum mampu memikirkan dan menentukan pilihan-pilahn yang tepat dan memperhitungkan konsekwensi dan resiko yang bakal terjadi setelah menentukan pilihannya, makanya butuh pendampingan orang tua, 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun