Mohon tunggu...
Ekriyani
Ekriyani Mohon Tunggu... Guru - Guru

Pembelajar di universitas kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kepalsuan Begitu Erat Memeluk Badan

23 Januari 2021   08:51 Diperbarui: 23 Januari 2021   08:52 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti air di lautan. Air tidak datang ke laut kecuali lewat perantara awan. Ia tidak akan tampak kecuali melalui gelombang.

Gelombang adalah suara berisik yang keluar dari dalam diri tanpa perantara dari luar.

Selama laut dalam kondisi tenang, tak akan melihat apa pun. Tubuh adalah pantai, jiwa adalah lautan.

Bagaimana banyaknya ikan, ular, burung, dan beragam hewan memperlihatkan diri kemudian kembali ke lautan. Ada yang menjadi bangkai lalu tenggelam. Ada yang berenang dan menikmati keindahannya. Ada yang menjadi santapan lainnya.

Sifat-sifat seperti marah, dengki, dan nafsu-muncul dari laut. Dibawa oleh awan terlihat putih bersih. Karena lingkungan sekitar menjadikan sebagiannya hitam legam dan menakutkan.

Sebagian kita akan berkata, "Sifat itu begitu samar. Kau tak dapat melihatnya kecuali melalui perantara tutur kata. Ketika sifat mulai diperlihatkan secara terbuka."

Berpakaian indah, menggunakan kosmetik yang mahal dan pernak pernik indah lainnya hanyalah baju bagi sebongkah batu. Dari tanah dan kayu. Akan lapuk termakan waktu.

Pada saatnya, begitu angin kencang, badai entah dari mana asalnya. Mungkin dari orang sekitar yang dikenal atau media sebagai perantaranya. Gelombang besar mengkoyak-koyak baju. Dan kejelasan pandangan memerlihatkan keaslian.

Mungkin akan terlalu kasar jika ada sebuah peribahasa 'musang berbulu ayam' atau 'srigala berbulu domba' dijadikan analogi untuk baju penutup badan. Untuk pantai dan lautan.

Dua buah antagonis dan sangat berlawanan bersarang dalam satu badan manusia. Pertarungan, pertentangan, dan perjuangan, serta pertahanan akan menjadi peperangan dalam diri sepanjang usia.

Membedakan keduanya sungguh teramat mudah. Permasalah timbul ketika mata normal dan mampu melihat apa saja dengan nyata. Namun saat berhadapan dengan laut dan pantainya. Begitulah permisalannya. Apa yang dirasa menjadi keyakinan dipertahankan. Padahal bagi yang lain dianggap sebuah pelanggaran.

Ambil contoh sederhana. Si A mengatakan sebuah kesalahan yang telah B lakukan. Pertanyaannya, apakah diri si B langsung mengakui dan menyesali?

Jawabnya tidak! Butuh puluhan bahkan ribuan alasan untuk membenarkan perbuatannya. Alibi dibuat sedemikian rupa guna meyakinkan.

Kadang ketika gelombang laut sangat tinggi dan membahayakan keselamatan. Barulah hadir kesadaran tentang pantai dan batu karang. Sementara karang tak akan pernah ke mana-mana. Ia siap didatangi dan siap melukai, bahkan menewaskan.

Demikianlah, kepalsuan begitu kuat memeluk pemiliknya hingga lupa bagaimana rasanya ketika baju tebal itu dilepaskan. Bagaimana ketika laut terpisah dari pantai. Kekhawatiran yang sungguh beralasan.

(Sungai Limas, 23 Januari 2021)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun