Membedakan keduanya sungguh teramat mudah. Permasalah timbul ketika mata normal dan mampu melihat apa saja dengan nyata. Namun saat berhadapan dengan laut dan pantainya. Begitulah permisalannya. Apa yang dirasa menjadi keyakinan dipertahankan. Padahal bagi yang lain dianggap sebuah pelanggaran.
Ambil contoh sederhana. Si A mengatakan sebuah kesalahan yang telah B lakukan. Pertanyaannya, apakah diri si B langsung mengakui dan menyesali?
Jawabnya tidak! Butuh puluhan bahkan ribuan alasan untuk membenarkan perbuatannya. Alibi dibuat sedemikian rupa guna meyakinkan.
Kadang ketika gelombang laut sangat tinggi dan membahayakan keselamatan. Barulah hadir kesadaran tentang pantai dan batu karang. Sementara karang tak akan pernah ke mana-mana. Ia siap didatangi dan siap melukai, bahkan menewaskan.
Demikianlah, kepalsuan begitu kuat memeluk pemiliknya hingga lupa bagaimana rasanya ketika baju tebal itu dilepaskan. Bagaimana ketika laut terpisah dari pantai. Kekhawatiran yang sungguh beralasan.
(Sungai Limas, 23 Januari 2021)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H