Katanya langit tak akan runtuh. Katanya malam hanya terbagi dua. Siapa bilang?
Kalau bumi boleh tersenyum pasti ia tidak hanya akan tertawa, melainkan terbahak menyaksikan kekonyolan alam semesta. Menyaksikan betapa bodohnya hewan melata.
Bangun pagi, hingga tidur kembali hanya isi perut yang ada di kepala. Ia pontang panting mencarinya. Kaki jadi kepala, kepala jadi kaki. Malam jadi siang, sementara siang tak ubahnya dijadikan malam. Kemudian nikmatnya kehidupan kapan sempat dinikmati.
Lebih parah lagi, nikmat diketahui hanya tentang hidangan mata atau hidangan lidah semata. Untuk keperluan itu, teman dijadikan lawan, anak isteri menjadi budak baginya. Yang penting tangga tertinggi dan suksesi berhasil diinjaknya.
"Kau! Iya kau yang kini telah bangun pagi, rencanamu siang ini apa?"
Kaget dipanggil dirinya, menoleh kemudian dengan garang dan percaya diri seperti yakin bahwa siang akan datang seperti biasa.
"Aku sudah punya planing yang sangat padat. Ada sepuluh acara rapat penting. Akulah penentu kebijakannya. Ribuan orang akan menanti keputusanku hari ini?"
"Bukankah kau saja tidak mampu memutuskan lidahmu hari ini, akan mengecap rasa apa yang masuk ke dalam mulutmu? Mengapa begitu arogan dengan kekuasaan!"
Sebentar kemudian ia menelan ludahnya, tak sadar apa yang terjadi kini. Sariawan! Tak sengaja kerongkongannya tercekat. Berdehem beberapa kali menutupi aibnya yang tercoreng.
"Perusahaanku begitu banyak, kesibukanku mengurus segalanya pasti sangat membuatku lelah. Beberapa hari ini aku tak sempat minum vitamin C. Beginilah jadinya."