Yang Membakar Sekehendak Hati
Aku sedang menyaksikan
Kalimat terpangkas mesin gergaji
Dengung mendengung
Memekakkan telinga
Dibeber di tengah jalan
Menghalangi pandangan
Bahkan tidur siang tak bisa
Sakitnya mimpi sambil terjaga
Kayu-kayu besar potong
Sepotong demi sepotong
"Ini bukan untuk bangunan, Bapak. Tidak juga untuk membangun. Hanya kayu bakar." katanya
Kayu bakar!
Membakar bangunan
Pohon-pohon rindang dipangkas sepenggal demi sepenggal
Disuguhkan lagi
Dicat warna warni
Setelahnya akan dibakar
Untuk membakar
Api akan berkobar
Siapa yang terbakar?
Kita tidak sedang berperang
Tak mungkin kebakaran mampu jadi penenang
Sekarang bukan musim kemarau
Tak mungkin berharap debu beterbangan
Hutan kita sangat luas, mungkinkah semua pohon dipangkas hanya untuk kayu bakar?
Perlahan tapi pasti
Kita akan kehabisan napas
Tak ada udara sejuk lagi
Bagaimana bisa tertidur dan bermimpi?
Tentang anak-anak kita
Yang pagi-pagi dengan wajah ceria berangkat ke sekolah
Nyanyian kecil sambil menimang-nimang uang ribuan
Dalam kepalanya telah penuh segala macam rancangan
Jajanan apa yang akan ia habiskan?
Tidakkah kita kasihan?
Pada mereka
Atau kasihan pada diri sendiri
Untuk berdiam dan meratapi
Bagaimana siang begitu menyengat dan menggosongkan?
Bagaimana malam begitu pengap dan mbosankan?
Sudahlah!
Tak perlu ditambah lagi
Lelah tubuh mengikuti
Dengung suara gergaji memenggal-menggal dan menyambung sendiri
Untuk membakar dan menghanguskan
Seenak hati
Demi secuil harga diri
(Sungai Limas, 16 April 2020)