Mohon tunggu...
Ekriyani
Ekriyani Mohon Tunggu... Guru - Guru

Pembelajar di universitas kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Social Distancing, Keraguan, dan Kekhawatiran

19 Maret 2020   09:43 Diperbarui: 19 Maret 2020   09:46 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Datangnya covid-19 telah mengembalikan watak asli manusia. Naluri menyelamatkan diri yang sejak zaman purba telah ada, di era digital ditutup oleh status-status kemanusian dengan kata-kata bijak.

Tak usah berfikir lama, tinggal browsing dan kembali mengunggahnya. Jadilah kata-kata bijak untuk meyakinkan orang lain bahwa kita baik-baik saja.

Sebelum covid-19 datang banyak yang mengaku-ngaku, kita bersaudara. Cipika cipiki mulai membudaya, beda kelamin pun dilakukan tak mengapa. Dianggap biasa.

Social Distancing dianggap salah upaya menghambat penyebaran covid-19. Karena bersin dan batuk dari penderita covid-19 diduga mampu menyebarkan virus lewat udara.

Seperti ditulis laman kompas.com, "Virus ini ditularkan melalui tetesan, atau sedikit cairan, sebagian besar melalui bersin atau batuk," kata Kepala Unit Penyakit Emerging dan Zoonosis WHO, Dr Maria Van Kerkhove. (18/3/202)

Bagaimana menempatkan diri terhindar dari kerumunan, sementara fasilitas umum dalam kondisi terbatas. Apalagi "efek kejut" seperti yang telah dilakukan Anies dengan membatasi akses transportasi. Dalam kondisi normal saja sedemikian panjang antrian. Beruntunglah budaya antri telah baik di negeri ini.

Datangnya covid-19 benar-benar telah membuktikan naluri manusia untuk selamat dari bahaya yang mengancamnya. Sayangnya bersamaan dengan itu sifat individualistisnya mengemuka. Memang tak bisa disalahkan.

Apalagi ketika rumah sakit yang menjadi institusi pengobatan yang ada harusnya ikut membantu. Namun yang terjadi, pasien justru ditolak. Hal itu diungkapkan oleh Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto pada 17 Maret 2020 dalam sebuah Talkshow di kanal YouTube milik Deddy Corbuzier.

Perbuatan pihak rumah sakit tersebut sepertinya telah melanggar hukum. Sebab rumah sakit tidak boleh menolak pasien tanpa alasan yang jelas. Dengan alasan apa pun. Bisnis adalah bisnis, namun rasa kemanusiaannya di mana?

Seharusnya antara perbuatan, pencitraan, dan kelakuan selaras oleh siapa pun. Termasuk di antaranya kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.

Seperti dirilis cnnindonesia.com, Di tengah pencegahan virus corona (Covid-19), sekitar 8.000 jemaah tabligh Ijtima Dunia 2020 Zona Asia dikabarkan sudah berkumpul di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. (18/3/2020) Merupakan bentuk melawan arus yang kurang mempertimbangkan efek kesehatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun