Mohon tunggu...
Ekriyani
Ekriyani Mohon Tunggu... Guru - Guru

Pembelajar di universitas kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Hujan Air Mata

2 Januari 2020   18:53 Diperbarui: 2 Januari 2020   19:12 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hujan Air Mata

Seperti apa hujan air mata?
Banjir menggenang hampir di seluruh kota
Salah dan menyalahkan
Kesedihan dan bala bantuan
Hadir dalam waktu bersamaan
Hujan deras kemudian banjir melanda, bukankah itu kehendak Yang Kuasa?

Seperti itu kata manusia
Jika hujan datang tak seperti biasa, seharusnya kita mulai bertanya: ada apa dengan hujan?

Bukankah baru saja kita mengeluh pada musim kemarau yang panjang,
Sumur mengering dan sungai yang airnya kehitam-hitaman,
Antrian jerigen di pinggir jalan hingga bermeter-meter panjangnya?

Mungkinkah kita lupa?

Kau minta hujan datang,
Lalu hujan diturunkan
Kau minta langit terang, lalu kemarau datang
Maumu sebenarnya apa?
Hujan atau kemarau?

Kita memang terlalu banyak permintaan,
Hingga lupa memberikan

Jadi jangan salahkan hujan!
Jangan salahkan banjir menggenang!
Salahkanlah air mata yang sering kau lupa!
Hujan air mata saja tak cukup membasuh dosa-dosa.

(Sungai Limas, 2 Desember 2020)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun