Mohon tunggu...
Ekriyani
Ekriyani Mohon Tunggu... Guru - Guru

Pembelajar di universitas kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Hadiah Cakrawala

6 Oktober 2019   07:49 Diperbarui: 6 Oktober 2019   08:07 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: Pixabay.com

Tembang tetap dinyanyikan. Sesumbang telinga mendengarkan. Terpaksa ia pasang telinga. Terjaga. Tidur pun tak ada guna. Senandung malam perlahan hilang dari pendengaran.

Ia tetap kesepian. Biasanya beberapa orang akan datang. Bercerita tentang panen bayam yang tinggal batangnya. Banyak ulat merubung daunnya. Tentang ketela bongkeng, sisa jangkrik memakan umbinya. Ditemani secangkir kopi pahit. Malam berlalu.

Cerita kesedihan hilang. Masihkah ada kesedihan di hatimu, Kawan? Padahal banyak ikan memananti di hulu sungai. Mencari lobang di sela batu melepas telurnya. Seperti gemeratak daun bambu yang jatuh tertiup badai. Jadi nyanyian cinta indjng pada telurnya.

Jangan berduka lagi, Kawan. Lihatlah di sana, ada kota-kota dengan gedung pencakar langitnya. Dengan dingin AC ruangnya. Sejenak kita bisa tidur melepas penat. Tak mengapa setelahnya diusir oleh satpam. Wajar jika orang desa tempatnya beda.

Lupakan kekuasaan. Lupakan sulitnya cari makan. Lupakan asap dan debu beterbangan. Lupakan hitam pekatnya air sungai.

Lihatlah cakrawala, di sana masih ada cahaya jingga. Untuk kita. Iya, benar untuk kita. Bukan untuk mereka. Hanya untuk kita.

Mengapa? Karena kita sempat melihat mereka. Itulah tanda terimakasih yang diberikan sebagai hadiah tak seberapa.

(Sungai Limas, 6 Oktober 2019)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun