Mohon tunggu...
Ekriyani
Ekriyani Mohon Tunggu... Guru - Guru

Pembelajar di universitas kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Haruskah Pergi

9 April 2019   20:58 Diperbarui: 9 April 2019   21:06 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kutatap dunia terasa semu, kabur tak bermakna. Ilalang bersunyi senyap tak berkutik kala disapa. Dedaunan berbisik lirih tak kuat berteriak, hingga buram pendengaran dunia kurasa.

Jejeran jejak telah kutinggalkan, namun sebentar lenyap disapu ombak pantai menderu. Alangkah nestapa tiap hari bergumul kata, terhimpit sesak tak jua dapat kurangkai dijambangan kata.

Awan kalbu bergelayut menahan sesak, tak mampu berperang merangkai kata melukis makna. Semua buram, kabur, terhempas tak berbekas. Lidah kelu diam seribu kata.

Mungkin ini suatu pertanda, bahwa ini bukanlah duniaku. Teringat habitat asal menyejukkan kalbu, dan rindu ini membuncah kembali. Ada selaksa binar menghias kalbu dalam sejuta pinta.

Beribu tanda tanya bergelayut di kalbu, mungkinkah ini suatu isyarat, saatnya harus pergi. Tinggalkan jejeran jejak di sini, dan nanti juga lenyap seiring deburan ombak.

(Sungai Limas, 9 April 2019)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun