Kata hati lurus mengadu. Segenap asa ini tak usah ragu. Meski bayangmu akan berlalu, namun rangkaian kata telah kupadu pada surat tertuju padamu. Hingga kini tak lelah kumenunggu.
Sapa hangatmu mengurai segala pedih, meski letih sering mendera. Bilur-bilur asa terlukis jelas mengundang simpatimu. Padamu senja, banyak asa ingin kusandarkan.
Akulah sepi pencinta sejati senja. Kubiarkan senyummu memanah ruang sukmaku, dan tetap kupeluk erat siluetmu. Dalam diam dan sendu, tetap kuharap selalu. Pasal-pasal harapku tertuang di kitab asa tiada berujung, hanya tertuju padamu senja seorang.
Akulah sepi perindu senja. Rongga hati ini tercekat menanti kilas wajahmu. Nyanyian syahdumu menggelindingkan arah kalbuku menepi, dan putuskan rantai belenggu.
Akulah sepi sang pencemburu senja. Nuraniku tercabik bila binar matamu meredup. Tak lelah kututurkan sajak anganku, hingga pelangi hatimu mengusir piluku.
Akulah sepi pemburu bayangmu. Padamu senja hatiku telah tertawan. Jika deritaku adalah awan gelap hatimu, maka jangan biarkan kesetiaan jadi alasan mencampakkanku. Raihlah tanganku, dan bawalah aku merasuk ke dalam palung sukmamu.
(Sungai Limas, 5 April 2019)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H