Mata ini berbinar, manakala kau sematkan percaya dihatiku. Rasa ini begitu terbuai dengan janji manis di ujung senja. Mangalun syahdu, begitu menggema di palung sukma.
Di suatu ketika, kau titipkan gumpalan aksara, lewat kekuasaan yang kau punya. Dengan polosnya, kusambut titipanmu untuk segera dirangkai dalam jambangan indah deretan aksara penuh warna.
Berhari kucoba rangkai sepenuh hati, hingga jam malam tak kusadari. Ternyata aku jatuh tersungkur lelap di ujung malam. Terbuai mimpi indah dalam detik malam tersisa.
Keesokan pagi, segera kupersembahkan rangkaian kata penuh aksara. Tadi malam telah selesai kurangkai indah. Namun, betapa tersontak mata batinku. Kau tepis kasar indah rangkaian karyaku, hingga jatuh berserakkan.
Seketika lemas tak ada energi tersisa. Penuh tulus, kupungut satu persatu rangkaian kata dalam aksara indah yang telah terserak. Dalam Pedih, segera kuhapus ketika butiran bening itu menyusuri sudut mata.
Segera kusadari, inilah takdir Tuhan yang harus kulalui, belajar tulus itulah solusi. Belajar lagi menata hati, dalam balutan sebuah ketulusan. Tetaplah memberi, walau tak mengharap kembali. Semua akan Tuhan perhitungkan lagi.
(Sungai Limas, 8 Maret 2019)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H