Hujan menyapa pagi
Lebat menderu di sela dedaunan
Menderas dan menghempas
Embun mencair larut di ujung pucuk
Bunga-bunga menari di tiup sang angin
Wangi mekarnya disiram sang hujan
Dedaunan tua tarbang ke sana ke mari
Disapu lembut angin basah
Kucoba hidupkan mesin sepeda motor tua
Setia temani hari-hariku dalam suka dan duka
Namun mesin tua tak kunjung hidup
Kucoba dan kucoba, akhirnya bisa
Ada desah ragu dalam ruang hampa
Menyelimuti pekat di ujung sukma
Ingin mengadu pada sang hujan
Namun hujan kian menderas
Perlahan pasti sepeda motor tua melaju
Menyusuri jalanan basah diguyur hujan
Ada segumpal asa coba ditancapkan
Terbayang senyum manis peserta didikku
Menyambut hangat biarpun dalam hujan
Sepeda motor tua sebagai saksi
Bergelut hari-hari sampaikan ilmu
Pada peserta didikku yang masih lugu
Terbayang sambutan hangat mereka
Berjejer telapak tangan sambut tanganku
Namun setelah bencana itu melanda
Tak terdengar lagi mulut-mulut mungil menyapa mesra
Hitam pekat mataku mencari bayang mereka
Semua sudah terbaring sunyi dalam gundukkan
Oh ternyata hujan telah reda
Aku hanya mematung menatap ruang kosong
Tak berpenghuni, tak ada teriakan bocah polos
Senyap tiada ada hentakkan meja kursi
Air mataku tumpah seketika
(Sungai Limas, 10 Februari 2019)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H