Mohon tunggu...
Eko Yuniarsyah
Eko Yuniarsyah Mohon Tunggu... Insinyur - Civil/Structural Engineer

https://ekoyuniarsyah.home.blog/about/

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Jembatan LRT Jabodebek Kuningan Salah Desain?

7 Agustus 2023   17:12 Diperbarui: 7 Agustus 2023   17:13 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Beberapa hari ini masyarakat dihebohkan oleh pernyataan Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo terkait desain jembatan LRT Kuningan. Seperti yang dilaporkan oleh kompas.com, Wamen mengatakan, "Kalau lihat longspan dari Gatot Subroto ke Kuningan kan ada jembatan besar, itu sebenarnya salah desain, karena dulu Adhi sudah bangun jembatannya, tapi dia enggak ngetes sudut kemiringan keretanya. Jadi sekarang kalau belok harus pelan sekali, karena harusnya itu lebih lebar tikungannya. Kalau tikungannya lebih lebar, dia bisa belok sambil speed up. Tapi karena tikungannya sekarang sudah terlanjur dibikin sempit, mau enggak mau keretanya harus jalan hanya 20 km per jam, pelan banget."

Secara ekplisit, Wamen BUMN menyatakan bahwa Jembatan LRT Kuningan salah design. Namun sebelum berkomentar lebih jauh, perlu dipahami terlebih dahulu konteks kesalahan desain yang dimaksud oleh Wamen BUMN. Dari pernyataan tersebut, Wamen BUMN mempermasalahkan tikungan jembatan yang cukup tajam sehingga kecepatan operasi kereta harus diturunkan saat melewati tikungan tersebut. Jadi, yang menjadi focus adalah aspek operasional LRT, bukan kekuatan struktur jembatan.

Jembatan LRT Kuningan, yang memiliki bentang terpanjang (bentang Tengah) yaitu 148 m, dibangun dengan metode konstruksi balanced cantilever. Metode ini merupakan suatu teknik dalam pembangunan struktur jembatan di mana konstruksi dilakukan secara bertahap dari kedua sisi pilar penyangga, dengan menjaga keseimbangan beban dan gaya selama proses pembangunan. 

Metode ini sendiri sebenarnya metode konstruksi yang sudah umum dilakukan di Indonesia maupun dunia, terutama untuk jembatan-jembatan bentang Panjang. Namun, dalam kasus Jembatan LRT Kuningan, yang memiliki kelengkungan yang tajam, teknik ini menjadi lebih kompleks, karena diperlukan pemantauan yang cermat selama proses konstruksi untuk memastikan keseimbangan beban dan gaya. Jembatan ini juga telah menjalani pengujian keamanan struktur dengan uji beban pada Februari 2021, sehingga dapat dikatakan bahwa aspek strukturalnya terjamin.

Dalam konteks tikungan, atau dikenal sebagai 'lengkung horizontal' secara teknis, terdapat persyaratan tertentu terkait radius atau jari-jari kelengkungannya. Permenhub No. 60 Tahun 2012 tentang Persyaratan Teknis Jalur Kereta Api, Pasal 3.1.1.2 (e) mengatur persyaratan tersebut. 

Sebagai contoh, untuk kecepatan rencana 60 km/jam, jari-jari kelengkungan minimumnya harus 600 m tanpa lengkung peralihan dan 200 m dengan lengkung peralihan. Namun, Jembatan LRT Kuningan memiliki jari-jari kelengkungan hanya 115 m, sehingga kecepatan LRT saat melintasi tikungan harus diturunkan. Pernyataan Wakil Menteri BUMN sejalan dengan hal ini. Tetapi, penting untuk dicatat bahwa istilah "kesalahan desain" bukanlah istilah yang tepat, karena desain jembatan ini tentu saja telah mempertimbangkan batasan-batasan yang ada, termasuk keterbatasan lahan dan kompleksitas lokasi di mana jembatan tersebut dibangun. Selain itu, adanya infrastruktur eksisting seperti overpass dan underpass juga memengaruhi desain jembatan ini.

Sebagai perbandingan, jari-jari kelengkungan LRT Palembang jauh lebih kecil yaitu sekitar 60 m, karena adanya keterbatasan lahan, sehingga saat melewati tikungan tersebut kecepatan kereta diturunkan secara drastis dari kecepatan operasionalnya. Meskipun menimbulkan suara yang tidak nyaman akibat gesekan rel dan roda LRT, nampaknya LRT Palembang beroperasi dengan baik selama hampir 5 tahun ini tanpa ada kecelakaan yang fatal.

Selain faktor infrastruktur, integrasi sistem juga memiliki peran penting dalam menjamin keselamatan pengguna, terutama karena LRT Jabodebek dioperasikan secara otomatis (tanpa awak). Oleh karena itu, dibutuhkan sistem dan sumber daya manusia yang berkualitas untuk mencegah terjadinya kecelakaan. Uji coba sistem ini harus dilakukan dengan teliti dan memadai sebelum LRT dibuka untuk publik, demi menjaga keselamatan pengguna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun