Oleh: Eko WindartoÂ
Gunung Ijen merupakan salah satu gunung di Indonesia yang terkenal oleh fenomena kawah kawah indah dan berbagai macam peninggalan seperti pabrik belerang dan kolam air biru yang telah menjadi daya tarik wisata jangka panjang. Namun, sejarah asal-usul Gunung Ijen dengan latar belakang geologi dan erupsi yang terjadi selama ribuan tahun masih menjadi topik yang menarik untuk diamati.
Sebagaimana diketahui, Gunung Ijen terdiri dari bagian dasar kerak yang disebut Argoland dan diperkirakan berasal dari pecahan Australia yang bergerak ke utara mulai dari umur geologi Jura Akhir sekitar 165 juta tahun lalu. Kerak tersebut kemudian menumpuk di bagian ujung tenggara Sundaland pada umur geologi Miosen Tengah sekitar 15 juta tahun lalu. Gunung Ijen yang ada saat ini berada di busur Sunda, yang merupakan area subduksi dimana kerak benua masuk ke dalam lempeng samudra dan menyebabkan terjadinya erupsi.
Erupsi yang tercatat pertama kali terjadi di Gunung Ijen pada tahun 1796 dan dianggap sebagai erupsi freatik. Hal ini berarti terjadi letusan yang disebabkan oleh tekanan uap air yang dihasilkan oleh celah pada lapisan magma. Penduduk Banyuwangi saat itu merasakan ledakan yang keras dan beberapa kerugian akibat letusan itu tercatat dalam sejarah.
Setelah letusan pada tahun 1796 , aktivitas vulkanik Gunung Ijen kemudian tercatat pada tahun 1817. Letusan pada tahun ini mengakibatkan suara gemuruh dahsyat seperti dentuman meriam yang membuat penduduk setempat merasa ketakutan. Pada tanggal 15 Januari sebelum terjadi letusan, terjadi banjir lumpur menuju Banyuwangi, kemudian sebagian besar air danau Ijen dialirkan oleh Kali Banyu Pait. Letusan tahun 1817 dapat dikategorikan sebagai letusan comes dari magmatisme dan naiknya magma yang terkait dengan proses erupsi di permukaan bumi.
Pemerintah Indonesia melalui Badan Geologi telah menetapkan status Gunung Ijen sebagai gunung yang berada dalam tingkat waspada. Hal ini dikarenakan aktivitas vulkanik yang semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun demikian, kunjungan wisata ke Gunung Ijen tetap diperbolehkan dengan catatan pengunjung harus mematuhi aturan yang telah ditetapkan oleh pihak terkait demi keamanan dan keselamatan. Selain itu, pengunjung bisa menikmati panorama alam yang menakjubkan dan mengeksplorasi keindahan alam yang telah disediakan oleh alam di sekitar Gunung Ijen.
Bagi para ilmuwan geologi dan peneliti, Gunung Ijen masih menjadi area penelitian yang menarik dan menjanjikan. Selain sebagai obyek penelitian erupsi gunung api dan bentuk alam lainnya, Gunung Ijen juga menyimpan potensi penting sebagai sumber energi geothermal yang ramah lingkungan. Dalam penelitian terbaru, diketahui bahwa potensi energi geothermal Gunung Ijen mencapai 41 Megawatt dan ini akan terus menjadi bahan penelitian dan pengembangan di masa depan.
Sumber daya geothermal adalah energi yang dihasilkan dari panas bumi, yang dimanfaatkan untuk memproduksi listrik, memanaskan bangunan dan fasilitas, serta memasok kebutuhan industri. Sumber daya ini sangat penting untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil dan mengurangi emisi gas rumah kaca yang berbahaya.
Potensi geothermal Gunung Ijen telah diukur dalam beberapa penelitian dan dihasilkan data signifikan. Menurut laporan yang dikeluarkan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pada tahun 2015, potensi energi geothermal Gunung Ijen mencapai 524 MW di beberapa wilayah di sekitarnya. Namun, hanya sekitar 10% dari total potensi tersebut yang telah dimanfaatkan hingga saat ini.
Namun, potensi besar tersebut memang tidak serta merta mudah untuk dikelola dan dimanfaatkan secara efektif. Beberapa faktor yang mempengaruhi seperti masalah pembebasan lahan, infrastruktur jalan menuju lokasi sumber daya yang masih rusak serta perizinan tambang dan lingkungan.