Oleh: Eko WindartoÂ
Kesalahan teknis dalam sebuah platform media sosial yang sering digunakan sebagai alat dokumentasi sastra dapat menyebabkan hilangnya arsip sastra yang sudah terkumpul selama bertahun-tahun. Ini tidak hanya membuat penggunanya kesal, marah, dan bercampur aduk antara perasaan, batin, serta emosi yang bergolak di dalam dada, tetapi juga membuat mereka merasa kehilangan sebagian besar dari keberadaan mereka di dunia maya.
Facebook, sebagai platform media sosial yang paling banyak digunakan di dunia, telah menjadi rumah bagi banyak pemilik dokumen sastra, mulai dari esai pribadi hingga puisi, cerita pendek, dan novel. Setiap pengguna Facebook dapat membuat akun dan mempublikasikan dokumen yang telah mereka buat sebagai arsip ke dalam profil mereka.
Namun, ketika masalah teknis muncul dan arsip kehilangan, maka hal tersebut bisa sangat menyakitkan, terutama bagi mereka yang memang menggunakannya sebagai sarana untuk berekspresi dan menyimpan kenangan-kenangan indah.
Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih dalam tentang keuntungan dan kerugian penggunaan Facebook sebagai alat dokumentasi sastra. Kita juga akan membahas bagaimana Facebook dapat memperkuat atau melemahkan identitas dan kebudayaan seseorang, serta dampaknya saat arsip sastra hilang karena suatu alasan. Kita juga akan melihat perbandingan dengan media sosial dan platform lain dalam pembuatan arsip sastra serta pilihan etis yang harus dipertimbangkan dalam memposting dokumen sastra online. Terakhir, kita akan melihat inovasi teknologi yang dapat membantu dalam menyimpan dan mengelola arsip sastra dalam format digital dan prospek masa depan dari arsip sastra online serta penggunaannya di bidang sastra dan budaya.
Mari kita mulai dengan mengeksplorasi sejarah penciptaan Facebook sebagai platform untuk dokumentasi.
Facebook awalnya dibuat pada tahun 2004 oleh Mark Zuckerberg, saat ia masih menjadi mahasiswa Harvard University. Awalnya, Facebook dibuat sebagai platform eksklusif untuk para mahasiswa Harvard untuk saling terhubung dan berbagi informasi. Kemudian, Facebook berkembang pesat dan membuka akses ke pengguna umum pada tahun 2006.
Seiring dengan waktu, Facebook menjadi tempat bagi para pengguna untuk berbagi konten mereka, termasuk dokumen sastra. Anda dapat membuat album foto atau menyimpan link ke dokumen yang telah Anda buat, atau bahkan mem-posting dokumen langsung di status Anda.
Salah satu keuntungan menggunakan Facebook sebagai alat dokumentasi sastra adalah kemudahan aksesibilitas. Hampir semua orang di seluruh dunia memiliki akses ke Facebook, yang membuatnya menjadi platform yang sangat mungkin bagi orang-orang dari berbagai latar belakang untuk berbagi karya tulis mereka. Ini membuat arsip sastra menjadi lebih divers dan merepresentasikan berbagai jenis pengalaman yang ada di dunia.
Namun, penggunaan Facebook sebagai alat dokumentasi sastra datang dengan beberapa kerugian. Platform tersebut mengandung banyak kemungkinan kecelakaan teknis atau pelanggaran yang dapat menyebabkan hilangnya dokumen yang telah dibuat oleh pengguna tanpa dapat dikembalikan. Selain itu, seringkali dokumen yang diposting di Facebook kurang terorganisasi dan sulit dicari kembali jika harus dicari di kemudian hari.
Terlebih lagi, penggunaan Facebook sebagai platform dokumentasi sastra juga dapat mempengaruhi identitas seseorang serta kebudayaan mereka. Kebijakan Facebook yang terus berubah membuat beberapa pengguna ragu apakah keputusan mereka untuk mempertahankan dokumentasi sastra di dalam platform tersebut merupakan keputusan yang bijak.