Oleh: Eko Windarto
Pengurusan dokumen seperti paspor, SIM, dan kartu identitas lainnya merupakan hal yang penting bagi masyarakat Indonesia. Namun, birokrasi yang ada pada pengurusan dokumen tersebut kadangkala membuat proses yang sebenarnya sederhana menjadi rumit dan memakan waktu.Â
Dengan kemajuan teknologi, layanan pengurusan dokumen secara online pun telah tersedia di Indonesia, namun masih didapati beberapa kendala dalam penggunaannya. Lalu, apakah Indonesia bisa mencapai standar pengurusan dokumen untuk mencapai "Indonesia Emas" seperti yang diinginkan?
Pemerintah Indonesia telah mempersiapkan berbagai upaya untuk mempermudah proses pengurusan dokumen, seperti pasar terpadu untuk pelayanan perizinan berusaha (PPTSP), penggunaan teknologi informasi, dan integrasi data. Namun, hasil dari upaya tersebut masih belum memuaskan para pelaku usaha dan masyarakat.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mengembangkan pasar terpadu untuk pelayanan perizinan berusaha (PPTSP). Konsep pasar terpadu adalah mengintegrasikan pelayanan perizinan dari berbagai instansi pemerintah ke dalam satu loket pelayanan yang terintegrasi. Konsep ini diharapkan dapat mempermudah dan mempercepat proses pengurusan perizinan bagi pelaku usaha dan masyarakat.
Selain itu, pemerintah juga menggunakan teknologi informasi untuk memberikan pelayanan yang lebih cepat dan efisien. Contohnya adalah dalam proses pengurusan paspor, masyarakat dapat membuat janji temu dan mengisi formulir permohonan paspor melalui situs resmi Direktorat Jenderal Imigrasi (imigrasi.go.id). Hal ini diharapkan dapat mengurangi antrian panjang dan mempercepat proses pengurusan paspor.
Namun, meskipun sudah memanfaatkan kebijakan teknologi informasi dan mengembangkan pasar terpadu, masalah birokrasi pada pengurusan dokumen masih sering dihadapi oleh masyarakat. Hal ini disebabkan karena sistem pelayanan publik masih belum sepenuhnya terintegrasi, sehingga berbagai instansi pemerintah masih memiliki sistem dan prosedur yang berbeda dalam pengurusan dokumen. Selain itu, tindakan korupsi dan praktik pungutan liar dalam birokrasi pelayanan publik juga masih kerap ditemukan.
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah perlu melakukan integrasi data antar instansi dengan sistem yang terpadu dan terintegrasi. Contohnya, di Bank Indonesia terdapat sistem tunggal identitas nasabah yang terintegrasi dengan seluruh sistem keuangan di Indonesia, sehingga mempermudah proses verifikasi data identitas nasabah. Penggunaan sistem serupa dalam pengurusan dokumen publik seperti paspor atau SIM dapat mempercepat proses pengurusan dan mengurangi kemungkinan terjadinya tindakan kecurangan dalam birokrasi.
Selain itu, perlu ada komitmen dan penegakan hukum yang tegas terhadap praktik pungutan liar dan tindakan korupsi dalam pengurusan dokumen publik. Hal ini dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan memperbaiki citra birokrasi pelayanan publik di Indonesia.
Dalam menghadapi tantangan pengurusan dokumen di era digital sekarang, pemerintah juga perlu meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menggunakan layanan daring dan memanfaatkan teknologi informasi. Pelatihan dan edukasi harus diberikan kepada masyarakat untuk memperbanyak penggunaan layanan daring tersebut sehingga proses pengurusan dokumen dapat berjalan lebih efektif dan efisien.
Dalam kesimpulannya, meskipun pemerintah Indonesia telah mengembangkan berbagai upaya seperti pasar terpadu, penggunaan teknologi informasi, dan integrasi data, namun birokrasi pada pengurusan dokumen di Indonesia masih belum bisa mencapai standar pengurusan dokumen yang proposional dan efektif. Perlu ada komitmen dan kesadaran yang lebih tinggi baik dari pemerintah maupun dari masyarakat untuk membangun birokrasi pelayanan publik yang efektif, efisien, dan terpercaya.