Mohon tunggu...
Eko Windarto
Eko Windarto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Esainya pernah termuat di kawaca.com, idestra.com, mbludus.com, javasatu.com, pendidikannasional.id, educasion.co., kliktimes.com dll. Buku antologi Nyiur Melambai, Perjalanan. Pernah juara 1 Cipta Puisi di Singapura 2017, juara esai Kota Batu 2023

esai

Selanjutnya

Tutup

Diary

Ungkapan Hati Anak Bangsa

16 Maret 2024   16:12 Diperbarui: 16 Maret 2024   16:14 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Sebuah puisi adalah ungkapan hati seorang penyair. Seperti halnya ungkapan hati seorang pemimpin; kerja kerja kerja. Juga kata; kami berbeda dengan pemerintah sekarang, yang juga sebagai ungkapan hati seorang pemimpin. Semua itu adalah salah satu ungkapan yang tersirat mau pun tersurat mempunyai makna kuat meski berbeda artinya. Oleh sebab itu, mari kita sebagai anak bangsa menganggap perbedaan satu sama lain tidak untuk saling mencaci tapi sebagai tanda keberagam untuk saling menghargai satu sama lainnya.

Masih ingatkah masa kecil kita di sekolah dasar ketika guru menerangkan Bhineka Tunggal Ika? Yang mana guru kita selalu mengatakan," harus saling menghormati dan menghargai antara teman yang beragama Islam, Khatolik, Hindu, Bhuda, atau Khong Hu Cu". Semua yang diajarkan guru-guru kita di sekolah demi memupuk rasa kebersamaan dan kebangsaan. Dan, ingatkah ketika kita masih kecil ditanya tentang cita-cita oleh kedua orang tua kita? 

Dan kita sebagai anak kecil biasanya menjawabnya ingin jadi dokter, pengusaha yang sukses, guru, dosen sampai ada yang ingin jadi presiden. Atau, cobalah bertanya ke anak-anak di sekitar kita apa cita-cita mereka. Kita akan menemukan jawaban-jawaban yang beragam, dari yang realistis mau pun yang mustahil terjadi semacam menjadi spidermen atau tokoh-tokoh kartun favorit mereka. Nah, dari situlah kita bisa menarik kesimpulan bahwa betapa beraninya mereka bermimpi untuk meraihnya. 

Dan mereka tidak membatasi diri dengan ketakutan-ketakutan yang membuat mereka menempatkan cita-cita dan mimpinya. Sementara kita saat ini saling membenci dan mencaci-maki hanya untuk urusan saling mendukung para calon presiden. Apakah ini bermanfaat bagi kebhinekaan kita? Ataukah kita mulai menempatkannya di titik yang rendah sebab terlalu takut tidak mampu meraih ketinggian budi pekerti? Saya kira tidak! Kita harusnya sadar bahwa kita hanya dikuasai nafsu keinginan dan hanya mengotori hati saja. Rugi bukan!

#renunganpagi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun