Mohon tunggu...
Eko Windarto
Eko Windarto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Esainya pernah termuat di kawaca.com, idestra.com, mbludus.com, javasatu.com, pendidikannasional.id, educasion.co., kliktimes.com dll. Buku antologi Nyiur Melambai, Perjalanan. Pernah juara 1 Cipta Puisi di Singapura 2017, juara esai Kota Batu 2023

esai

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Isu Kecurangan dan Polarisasi Politik Pasca Pilpres 2024 yang Berkepanjangan

4 Maret 2024   04:33 Diperbarui: 4 Maret 2024   05:16 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh: Eko Windarto

"Setelah pelaksanaan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2024 yang juga diwarnai dengan dinamika politik yang cukup tinggi, Indonesia kini memasuki periode pasca pilpres. Namun sayangnya, pasca pilpres ini tak jarang menjadi ajang perdebatan yang berkepanjangan dan kurang konstruktif bagi kehidupan bernegara. Isu pasca pilpres yang berkepanjangan dan kurang konstruktif tersebut mungkin akan terus berlanjut dan berdampak pada masyarakat secara keseluruhan. Lalu, apa saja isu pasca Pilpres yang berkepanjangan dan kurang konstruktif bagi kehidupan bernegara?"

Isu pertama adalah adanya tuduhan kecurangan dan ketidakadilan dalam pemilihan presiden. Di seluruh dunia, pemilihan umum seringkali diwarnai oleh tuduhan kecurangan. Pilpres yang digelar di Indonesia pada beberapa waktu lalu tidak luput dari tuduhan tersebut. Beberapa pihak menuduh bahwa hasil dari pemilihan umum tersebut tidak sah dan terjadi kecurangan. Namun, berbicara soal kecurangan, apakah tuduhan tersebut benar-benar berdasar? Ataukah justru menjadi omong kosong yang menimbulkan kegaduhan semata?

Memang, tuduhan kecurangan dalam pilpres bisa muncul dari berbagai pihak dan fakta yang tidak bisa dipungkiri adalah bahwa selalu ada kemungkinan terjadinya kecurangan. Namun, penuduhan tanpa bukti yang valid dan jelas dapat merusak kedaulatan negara dan tidak baik untuk demokrasi. Tuduhan-tuduhan tersebut seharusnya tidak dilontarkan begitu saja tanpa didukung oleh data dan bukti yang kuat.

Menurut beberapa ahli, sering kali tuduhan kecurangan muncul karena ada pemahaman yang kurang baik tentang bagaimana pemilihan umum sebenarnya dijalankan. Di dalamnya terdapat proses verifikasi yang ketat dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan juga pengawasan ketat dari masyarakat. Apabila ada dugaan kecurangan, maka akan ada proses sengketa yang harus dilewati dan proses tersebut tentunya akan dilakukan secara terbuka dan jujur.

Namun, hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa bukan berarti tidak ada kecurangan dalam pilpres. Oleh karena itu, Bawaslu memiliki tugas yang sangat penting untuk menjamin kedaulatan suara rakyat dan tercatat bahwa dalam pemilu yang digelar beberapa waktu lalu, terbukti adanya kecurangan pada beberapa tingkatan, seperti money politics, kasus politisasi ASI dan penyebaran hoax.

Namun, hal tersebut tidak berarti bahwa hasil pemilu harus dicoret atau dibatalkan. Seharusnya, kecurangan-kecurangan tersebut harus dijadikan sebagai pelajaran dan diadakan jalan keluar yang terbaik untuk menghindari terjadinya kejadian serupa di masa yang akan datang.

Di sisi lain, wajar bila masyarakat mencurigai adanya kecurangan dalam pemilihan umum, terlebih bila memang ada bukti kuat yang mendukung dugaan tersebut. Namun, di balik semua itu, masyarakat juga harus bijak dan tidak mudah percaya dengan informasi yang belum terverifikasi kebenarannya. Kita harus memahami bahwa langkah-langkah yang dilakukan oleh Bawaslu tidak mudah dan butuh dukungan dari seluruh masyarakat.

Sebagai warga negara yang demokratis, kita harus memiliki pandangan yang matang dan bijak dalam menghadapi pemilihan umum, dari tahap persiapan, pelaksanaan, hingga proses penghitungan suara. Ketika ada kecurangan yang terjadi, harus segera dilaporkan dengan bukti-bukti yang kuat dan valid, ketimbang hanya menuduh tanpa ada data.

Tuduhan kecurangan dalam pilpres tanpa data atau bukti yang kuat dan jelas, justru akan menimbulkan kegaduhan berkepanjangan dan merusak kedaulatan negara. Oleh karena itu, kita sebagai warga negara yang demokratis harus mampu menggunakan hak suara dengan bijak dan memberikan dukungan pada Bawaslu dalam menjalankan tugasnya untuk melindungi kedaulatan suara rakyat dan menghindarkan terjadinya kejadian serupa di masa yang akan datang.

Isu kedua adalah polarisasi politik yang semakin meningkat. Kontestasi pilpres yang berujung pada kemenangan pasangan capres dan cawapres tertentu memperlihatkan adanya perpecahan di dalam masyarakat. Polarisme ini bisa berkembang menjadi konflik yang lebih besar dan memperlemah kesatuan nasional. Dampaknya yang signifikan adalah turunnya saling menghargai antar warga negara, menyebabkan ketidakstabilan politik dan ketidakpastian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun